Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menulis Ilmiah vs Menulis Bebas


Tahun 2015 lalu hashtag #Thedress menjadi viral dan menjadi trending topic dunia. Polemik mengenai warna baju yang diposting di akun Twitter. Terlepas dari penjelasan ilmiah terakhir bahwa perdebatan mengenai warna baju terkait dengan persepsi warna pada mata dan faktor usia. Perbedaan pendapat telanjur dihubungkan dengan otak kanan dan kiri.

Lalu, apa relevansinya dengan menulis?  Sejak tiga minggu yang lalu saya ingin membahas soal judul di atas. Serasa ada ganjalan jika corat coret ini tidak saya eksekusi. Meski di akhir pekan asiknya menuliskan tema-tema yang lebih santai. Tapi tak ada yang melarang, kan.

Mempertentangkan antara menulis ilmiah dengan menulis bebas. Sekilas saya duga, menulis ilmiah pastilah identik dengan kerja-kerja otak kiri. Mengedepankan rasionalitas, menonjolkan IQ, logis, aritmatik, verbal, segmental, fokus, serial, linier, mencari perbedaan dan bergantung waktu.

Sebaliknya, menulis bebas merupakan kerja-kerja otak kanan. Bebas bertutur, tak terikat kaidah penulisan, merdeka mengalirkan kata-kata. Menulis bebas tentulah bisa dipersamakan dengan mengakomodasi emosional. Erat kaitannya dengan EQ, bersifat intuitif, spasial, visual, holistik, difus, paralel, lateral, mencari persamaan, dan tidak bergantung dengan waktu.

Membaca-baca lagi referensi tentang belahan otak, mengingatkan saya kembali bahwa kegiatan membaca dan menulis pun termasuk kerja-kerja otak kiri. Berarti logika sederhananya, jika menulis adalah kerja otak kiri, maka menulis ilmiah sangat otak kiri.


Sementara menurut Daniel Goleman, untuk meraih kesuksesan, kecerdasan emosional dua kali lebih menentukan. Tak cukup mengandalkan kecerdasan intelektual khas otak kiri.

Belakangan, Danah Zohar dan Ian Marshall melalui karya ilmiahnya, melahirkan teori baru, kecerdasan spiritual (SQ). Kalau sekadar memiliki kecerdasan intelektual, komputer lebih cerdas. Binatang juga memiliki kecerdasan emosional. Tapi hanya manusia yang mampu mencapai kecerdasan tertinggi, kecerdasan spiritual.

Kecerdasan untuk bersikap kreatif, mengubah aturan, beradaptasi dengan situasi dan menangkap makna. Kaitan keterangan di atas dengan menulis bebas, meski menulis adalah kerja otak kiri, proses kreatifnya jelas membutuhkan sentuhan kerja-kerja otak kanan. Bahkan untuk membuat kegiatan menulis ilmiah yang 'sangat kiri' itu menjadi lebih mudah, bisa dengan membiasakan menulis bebas.

Menulis bebas melibatkan emosional, imajinasi, kreativitas dan ketrampilan mengikat makna. Sehingga tercipta kolaborasi yang cantik antara otak kiri dan otak kanan. Akhirnya membenturkan menulis ilmiah dengan menulis bebas, menjadi tidak relevan lagi. Karena sejatinya keduanya memiliki hubungan komplementer. Saling melengkapi dan saling mengisi.

Jadi, dalam pandangan Anda, baju ini berwarna apa. Biru hitam atau putih emas?
Catatan: orang yang dominan otak kanannya, katanya akan melihat baju ini berwarna biru hitam. Sebaliknya orang yang lebih dominan otak kirinya melihat baju ini berwarna putih emas.

Salam literasi

Sumber foto-foto: Google

Posting Komentar untuk "Menulis Ilmiah vs Menulis Bebas"