Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Macam-Macam Penafsiran Hukum

Fungsi bahasa Indonesia hukum terefleksi di dalam fungsi hukum itu sendiri. Hal ini membuat semakin terang pentingnya mempelajari bahasa hukum, apalagi dalam konteks kekinian. 

Bahasa Indonesia banyak ditemui di dalam peraturan perundang-undangan dan produk hukum lainnya seperti surat perjanjian, akta notaris, berkas perkara di pengadilan yang meliputi gugatan, tuntutan, pleidoi (nota pembelaan), replik, duplik, hingga putusan, penetapan dan vonis hakim.

Sayangnya peraturan perundang-undangan kerap didapati kurang jelas, sehingga diperlukan suatu metode penafsiran atau interpretasi. Penafsiran tidak hanya dilakukan oleh hakim, tetapi juga peneliti hukum dan para profesional hukum lainnya.

Penafsitan hukum dalam topik bahasan Bahasa Indonesia Hukum
Jurnal Publik


Suatu peraturan perundang-undangan tidak serta merta menunjukkan suatu kaidah hukum. Meskipun kata, istilah dan kalimat itu sudah dituangkan ke dalam bentuk tertulis, ada hal-hal yang sulit untuk dipahami. Di sinilah dikenal cara menafsirkan hukum dalam ilmu pengetahuan hukum. Awalnya metode penafsiran ada 4 (empat) macam, yaitu:

Penafsiran Gramatikal

Penafsiran gramatikal atau dikenal juga dengan penafsiran tata bahasa. Di topik bahasan relevansi antara bahasa dengan hukum sudah dipahami bahwa hukum memerlukan bahasa, tidak ada hukum tanpa adanya bahasa. Bahasa merupakan sarana yang krusial bagi hukum. Bahasa Indonesia hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan disusun dalam bahasa yang logis dan sistematis.

Penafsiran gramatikal ini bisa dikatakan suatu metode penafsiran yang sederhana jika dibandingkan dengan metode interpretasi yang lainnya. Sebab untuk mengetahui makna suatu ketentuan undang-undang, ditafsirkan atau dijelaskan  dengan menguraikannya menurut bahasa yang digunakan sehari-hari secara umum. Penafsiran seperti ini disebut juga dengan metode penafsiran obyektif.

Contoh penafsiran gramatikal,

Kata "meninggalkan" dalam Pasal 305 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) berarti "menelantarkan". Tetapi dalam putusan Hoge Raad (Mahkamah Agung di zaman Belanda), majelis hakim berpendapat bahwa seorang ibu yang meninggalkan bayi yang baru dilahirkannya, dikatakan tidak melanggar Pasal 305 KUHP, jika ia berusaha agar anaknya diterima di suatu rumah keluarga yang diyakini dapat memberikan kasih sayang, pendidikan dan kehidupan yang lebih baik dibandingkan dirinya, kecuali dalam keadaan khusus.

Penafsiran Sistematis



Suatu pasal dalam undang-undang tidak berdiri sendiri. Ada pasal lain yang memiliki hubungan satu sama lain dalam suatu sistem. Sistem adalah satu kesatuan atau kebulatan pengertian dari unsur-unsur yang saling bertautan antara yang satu dengan lainnya. Tidak bisa mengambil kesimpulan hanya berdasarkan pemahaman terhadap suatu pasal secara parsial.

Secara semantik, istilah sistem diadopsi dari bahasa Yunani, yaitu systema, yang dapat diartikan sebagai keseluruhan yang terdiri dari macam-macam bagian. Sementara sistem hukum adalah seperangkat operasional yang meliputi institusi, prosedur dan aturan hukum.

Cara menafsirkan sistematis yaitu dengan menghubungkannya dengan peraturan perundang-undangan lain atau dengan keseluruhan sistem hukum. Menafsirkan undang-undang tidak boleh menyimpang atau keluar dari sistem perundang-undangan atau sistem hukum.

Contoh penafsiran sistematis,

Pada Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), dicantumkan bahwa tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian maupun undang-undang. Sementara selain perjanjian dan undang-undang ada juga pengadilan dan moral, yang merupakan sumber-sumber perikatan. Maka hendaknya juga mempertimbangkan bahwa perikatan juga bisa ditimbulkan dari putusan pengadilan dan dari segi moral.

Sampai di sini bisa memahami atau malah membingungkan?





Ilustrasi orang sedang mempertimbangkan / Solopos


Penafsiran Historis

Penafsiran sejarah atau disebut juga dengan interpretasi historis. Sejarah yang dimaksud di sini adalah sejarah hukum tentang diundangkannya suatu peraturan, maksud dan tujuannya dan latar belakang sejarahnya.

Cara menafsirkan makna dari suatu peraturan jika memakai penafsiran sejarah adalah dengan jalan meneliti sejarah terjadinya suatu peristiwa yang melatarbelakangi lahirnya peraturan perundang-undangan tersebut.

Contoh penafsiran historis,

Untuk memahami Undang-Undang Pokok Agraria maka sebaiknya memahami dahulu sejarah landreform. Mengetahui maksud dan tujuan suatu undang-undang maka bisa dengan meneliti risalah dan berita acara sidang DPR, surat-surat yang berkaitan dengan undang-undang tersebut.

Penafsiran historis ini disebut juga dengan penafsiran subjektif. Sebab suatu peraturan dibuat dan ditentukan seperti yang dikehendaki oleh pembentuk undang-undangnya. Undang-undang dipengaruhi oleh pandangan subjektif dari legislator.

Lebih jauh lagi untuk mengetahui sejarah hukum yang melatarbelakangi suatu pasal, bisa menelusuri sistem hukumnya. Sistem hukum Belanda yang asal usulnya dipengaruhi sistem hukum Prancis dipelajari hubungannya dengan sistem hukum yang dianut oleh hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Kejahatan kesusilaan, zina (overspel) yang diatur dalam Pasal 284 KUHP, misalnya. Disebut zina jika kedua atau salah satu pelakunya sudah berstatus menikah. Sedangkan jika kedua pasangan yang berbuat zina sama-sama masih single, tidak dianggap zina.

Dari segi sejarah hukumnya, tentulah hal ini sangat kental diwarnai oleh hukum Eropa yang menganggap berhubungan seksual antara muda-mudi yang belum menikah bukan suatu perbuatan zina. Hal ini berseberangan dengan budaya masyarakat Indonesia dan norma-norma yang berlaku di Indonesia.

Penafsiran Sosiologis

Penafsiran sosiologis atau dikenal juga sebagai penafsiran teleologis, berarti menafsirkan undang-undang sesuai dengan tujuan dari undang-undang tersebut, tidak sebatas tata bahasanya saja. Dalam penafsiran sosiologis, makna undang-undang ditetapkan berdasarkan tujuan sosial kemasyarakatan.

Perkembangan masyarakat yang maju pesat tentunya menuntut peraturan perundang-undangan yang mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat. Hal inilah yang menjadi landasan diubahnya suatu undang-undang. Sebab tidak relevan lagi dengan kondisi riil yang terjadi di masyarakat.

Contoh penafsiran sosiologis,
Pasal 284 KUHP yang mengatur tentang zina, meskipun secara historis berasal dari Eropa, jika pasangan yang berzina sama-sama belum menikah, di Indonesia bisa ditafsirkan secara sosiologis. Menyesuaikan dengan kondisi sosial kemasyarakat di tanah air. Sehingga bagi para pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara setinggi-tingginya 9 (sembilan) bulan penjara.

Selain empat metode penafsiran hukum di atas, masih ada lagi perkembangan cara menginterpretasikan peraturan perundang-undangan. Yaitu:

  1. Penafsiran Komparatif
  2. Penafsiran Antisipatif
  3. Penafsiran Restriktif
  4. Penafsiran Ekstensif
  5. Penafsiran Otentik
  6. Penafsiran Progresif
Penafsiran-penafsiran hukum yang telah dijelaskan di atas sering digunakan secara sekaligus bersama-sama atau bisa juga secara dikombinasikan, sehingga tidak bisa dilihat batasannya secara eksplisit. Namun lazimnya dalam tiap penafsiran terdapat unsur-unsur gramatikal, sistematis, historis dan sosiologis.


Referensi:

Ade Maman Suherman, 2008, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm, 11

Hwian Cristhtianto, https://journal.ugm.ac.id/jmh/article/view/16170, file:///C:/Users/HP/Downloads/16170-30718-1-PB.pdf

Hilman Hadikusuma, 2019, Bahasa Hukum Indonesia, Cetakan ke-4, Alumni, Bandung, hlm. 21

Sudikno Mertokusumo, 2007, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Cetakan ke-5, Liberty, Yogyakarta, hlm. 57


24 komentar untuk "Macam-Macam Penafsiran Hukum"

  1. Wah pengetahuan baru bagi saya tentang hukum. Terutama penafsiran hukum

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehe, iya... karena materi peraturannya kurang jelas jadi multitafsir

      Hapus
  2. Susah kali aku memahami artikel ini Mbak, bacaan kelas berat nih, he

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe, kelas bulu yg gimana kl gitu Mbak...

      Hapus
  3. Memang njelimet ya kalau bicara hukum, harus bener-bener fokus dan hati-hati.

    BalasHapus
  4. Cukup banyak juga ya, cara menafsirkan perkata dalam bidang hukum. Lumayan menambah wawasan

    BalasHapus
  5. Semakin bertambah ilmunya. Ini akan jadi pedoman buku ajar sesuai kebutuhan mahasiswa. Lanjutkan

    BalasHapus
  6. Ilmunyaa top banget... keren.. makasih mba 😊

    BalasHapus
  7. Hmmm ... Ternyata penafsiran di dalam bidang hukum itu rumit juga, ya. Harus sangat berhati-hati jika nggak mau salah.

    Membaca artikel ini, jadi ingat sama teman-teman yang dulu kuliah di Fakultas Hukum. Bikin puyeng, katanya. Rasa-rasanya, aku setuju sama dia, hahaha ...

    BalasHapus
  8. Aku dulu sempat dapat matkul hukum kedokteran. Memang njelimet ya mba. Tapi saya rasa kalau sudah suka akan menjadi mudah mempelajari bidang hukum termasuk penafsiran hukum ini.

    BalasHapus
  9. Ya ampun kumasih bingung😕❓
    Ternyata ada beberapa cara menafsirkan ya. Tergantung konteks juga ya yang mana penafsiran yang dipakai

    BalasHapus
  10. Ondeeeeh tulisannya Uni Mia serius kali yang satu ini. Saya pengen langsung aja minta diterangkan sama adik saya yg kuliah di hukum dulu. Hahaha. Tapi yang namanya tulisan gak ada yg sia-sia. Pastinya yang butuh informasi soal ini, apalagi mahasiswa-mahasiswanya Uni Mia nih, wajib baca.

    BalasHapus
  11. Aku denger ata hukum udah berasa gimana gitu, ternyata penafsirannya gak kalah jelimet ya mbak. Tapi keren sih informasinya... Tfs ya mbak

    BalasHapus
  12. Mbak, tulisannya ini bisa juga buat bahan pembelajaran untuk mahasiswa fakultas hukum lho. Mantap Bu dosen nih...

    BalasHapus
  13. Wah.. membaca tulisan Mbak Mia ini, jadi wawasan baru bagi saya, Mbak. Soalnya saya baru macam-macam penafsiran hukum. Dan ternyata banyak juga ya, Mbak. Diterapkan sesuai kebutuhan.
    Terima kasih sharingnya, Mbak Mia.

    BalasHapus
  14. Wah penafsiran hukum ternyata ada banyak macamnya ya Mbak Mia...senang baca ini, jadi nambah pengetahuan saya.
    Dulu saya sekamar kos selama 3 tahun saat mahasiswa sama anak Balige, dia fakultas hukum jadi saya sering dengar dia ngapalin dan baca komat-kamit segala sesuatu berbau hukum hihihi. Sekarang dia jadi Ketua Pengadilan Negeri Balige, Sumut

    BalasHapus
  15. Dari dulu susah banget bisa paham bahasa hukum kak. Kayak njelimet dan berbelok-belok. Untung punya suami yg lulusan hukum, jadi kalo udah ketemu bahasa hukum kasi ke dia aja biar nggak salah tafsir.

    BalasHapus
  16. Bahasa hukum hrs dipahami dng seksama ya mbak..krna kalo engga gitu jadi multitafsir..btw sy salut sama pengacara yg bisa membela kepentingan klien.. mau klien itu salah atau bener pasti ada bhasa hukum yg dipakai untuk membela..bener2 hebat jadi pengacara itu ya..

    BalasHapus
  17. Cara penafsiran kata atau kalimat di bidang hukum tuh masih kerasa sulit emang kak ya hihi aku udah auto puyeng aja. Tapi gapapa buat tambahan wawasan juga nih artikelnya. Makasiih kak.

    BalasHapus
  18. Iya ya mba Mia, pernah nonton film film tentang hukum dan persidangan, arti dari kata kata bisa dijadikan pembelaan ataupun tuduhan.

    Jadi ingat peribahasa "memang lidah tak bertulang"

    Eh ada hubungannya gak ya 😐

    BalasHapus
  19. bahasannya berat ni mba. tp menambah wawasan tentang hukum yang selama ini saya ga mudeng
    ternyata belajar ilmu hukum itu perlu juga ya meski sekedar membaca artikel seperti ini untuk menambah pengetahuan

    BalasHapus
  20. aku yang sama sekali ngga ada background hukumnya masih suka bingung soal ini. Makasi ya mba saya jadi belajar penafsiran hukum

    BalasHapus
  21. Semacam bahasan yang berat hihihi sejujurnya ku awam banget soal hukum seperti ini, baca-baca di sini pun gak cukup sekali mesti baca ulang lagi supaya bisa dapet poinnya

    BalasHapus

Pesan dimoderasi, terima kasih telah meninggalkan komentar yang santun. Sebab bisa jadi Anda dinilai dari komentar yang Anda ketikkan.