Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bijak Menyikapi Perseteruan Kakak Adik

Sumber gambar: Ummi-online.com






Dikaruniai "hadiah" lebih dari satu oleh Allah SWT merupakan suatu kebahagiaan yang senantiasa wajib disyukuri. Meskipun hari demi hari yang dijalani memerlukan kesabaran yang tiada batas, dalam hal menyikapi persoalan mengenai anak-anak. Beragam persoalan yang menuntut penyelesaian itu, misalnya, saat anak masih bayi dan masa cuti ibu telah habis, bagi ibu bekerja dimulailah drama meninggalkan buah hati dengan ART di rumah.

Kebetulan kami lebih nyaman menggunakan jasa ART ketimbang baby sitter. Selain gajinya yang cukup mahal, pengalaman teman yang memakai jasa pramusiwi tersebut, kurang sreg karena mereka tidak peka dengan hal lain di luar tugasnya, misalnya mencuci pakaian bayi, sementara yang bertugas untuk itu sedang absen.

Jika kinerja ART baik-baik saja saja, tentu tidak akan menjadi masalah. Persoalan akan timbul saat ART tidak datang sementara ibu akan pergi bekerja. Hal lainnya terkait masalah pada anak, pada usia SD, idealnya orang tua mendampingi buah hatinya mengerjakan PR atau mengajarkan topik bahasan yang dirasa anak cukup rumit. Namun karena badan sudah lelah, pikiran ayah atau ibu juga ikut capek, acara menemani anak belajar menjadi batal.

Akhirnya anak tidak menyelesaikan PR-nya. Esoknya jadi tidak bersemangat ke sekolah, dan orang tua pun dipanggil untuk menemui guru BK jika hal seperti ini berulang kali terjadi. Belum lagi kalau anak mengalami bully oleh temannya di sekolah. Terlalu banyak PR sebagaimana yang kita maklumi bersama betapa beratnya kurikulum SD masa kini. Ketika di rumah pun, anak rentan berkonflik dengan saudara kandungnya. Inilah yang akan dibahas di tema parenting kali ini.

Konflik atau perseteruan dengan saudara kandung memiliki istilah tersendiri dalam ilmu psikologi. Sibling rivalry, perkelahian kakak adik. Perseteruan kakak adik sebenarnya biasa saja terjadi. Merupakan suatu hal yang lumrah seiring tingginya intensitas kebersamaan mereka di rumah. Tidur, kalau masih balita, sama-sama. Makan bersama, main bareng, kadang memainkan mainan yang sama pula.

Sibling rivalry telah ada sejak puluhan ribu tahun yang lalu. Perseteruan anak-anak para nabi. Seperti yang dipelajari dari kisah-kisah dalam sirah. Perseteruan antara Habil dan Qabil, putra-putra Nabi Adam a.s., permusuhan anak-anak Nabi Ya'qub a.s. terhadap adik mereka Nabi Yusuf a.s. hingga berujung pada pembuangan sang adik ke dalam sumur.

Menurut tulisan tentang sibling rivalry yang dibagikan oleh laman Facebook Yayasan Kita dan Buah Hati, sibling rivalry terjadi karena orang tua tidak adil dalam membagi kasih sayang dan perhatian kepada semua anaknya. Biasanya yang selalu diberikan lebih adalah anak terkecil yaitu si adik.

Menarik di tulisan itu dikatakan bayangkan saja jika ibu dimadu. Bagaimana perasaan ibu saat ayah meminta izin ibu bahwa sembilan bulan lagi akan datang seseorang sebagai istri kedua. Sebelum kedatangan orang baru itu, seisi rumah, bahkan mertua ikut merasa senang. Membeli semua perlengkapannya, dan akhirnya pada hari tibanya di rumah, semua perhatian orang tertuju pada si tamu baru.

Sebelumnya suami menjanjikan akan menemani ibu shopping bersama, makan malam berduaan, dan berjanji akan meluangkan lebih banyak waktu dengan ibu. Apakah ibu percaya setelah melihat istri kedua yang lebih muda, jauh lebih lucu dan menggemaskan?

Apakah dengan mudahnya ibu menuruti anjuran suami yang meminta ibu menyayangi "adik" muda lantaran suami juga begitu mencintainya? Tentunya pemaparan di atas adalah subjektivitas saya pribadi yang sepakat dengan analogi dalam artikel Yayasan Kita dan Buah Hati, serta tidak bermaksud menggeneralisasi.

Itulah yang dirasakan si kakak. Belajar dari analogi "istri yang dimadu" semestinyalah orang tua berlaku adil kepada anak yang lebih besar. Jika istri yang dimadu tak kuat lagi, ia bisa saja mengajukan cerai gugat ke Pengadilan Agama, namun bagaimana dengan anak pertama yang merasa kurang diperhatikan ayah ibunya?

Ia dengan pikiran anak-anaknya, tidak bisa kemana-mana, bukan. Sebaiknya orang tua mengintrospeksi pola asuhnya selama ini dalam menangani perseteruan kakak adik. Apakah asal memenangkan anak yang lebih kecil dan si kakak pasti selalu salah? Inilah yang mesti dievaluasi orang tua agar kesalahan yang mungkin tanpa disadari telah menyakiti si kakak, tidak terulang kembali kedepannya.

Meski sulit berlaku adil bagi semua anak, paling tidak orang tua sudah berusaha bersikap seadil-adilnya. Memberikan kasih sayang secara merata pada semua buah hati. Cinta pada anak bukan dibagi tetapi dikali. Jadi jika anak empat maka bukan cinta ayah ibu yang dibagi empat, tetapi cinta dikalikan empat.

Jika anak-anak dibesarkan secara normal dan penuh kasih sayang yang sama, insyaAllah anak akan belajar saling mengasihi di antara kakak dan adiknya. Ada perseteruan yang dirasa perlu ditanggapi oleh orang tua dengan serius, ada pula bisa selesai dengan santai saja.

Bahkan perkelahian di antara saudara-saudara kandung itu bisa hilang begitu saja bagai debu diterpa angin, tanpa memerlukan intervensi orang tua. Beri kesempatan si kakak menunjukkan tanggung jawab dan kepemimpinannya di depan adik-adiknya.

Demikian pula si adik, agar belajar cara menghormati saudaranya yang lebih tua, tidak melulu mengadukan setiap persoalan pada ibu. Kalimat terakhir dari tulisan Yayasan Kita dan Buah Hati yang saya suka adalah, berkelahi itu menjadi bonding dan kenangan tersendiri, bagi kakak adik. 

Salam literasi

Tantangan #SatuHariSatuKaryaIIDN
Hari ke-12

Posting Komentar untuk "Bijak Menyikapi Perseteruan Kakak Adik"