Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Belajar Berbarengan Tumbuh Beriringan


Sumber foto: dok. pribadi

Menarik sekali saat di timeline Instagram saya muncul informasi ada sayembara menulis tentang nurturing family. Event yang diadakan Ibu Profesional Asia dalam rangka milad perdananya, mengajak seluruh member Ibu Profesional untuk berpartisipasi. Maka saya dengan rasa antusias mengikuti kegiatan keren ini.

Ada rasa lelah yang tak bisa dinafikan saat menjalani hari-hari sebagai ibu. Sosok penjaga gawang yang menjamin berlangsungnya pengasuhan sang buah hati. Bersama suami tercinta belahan jiwa, teman hidup insyaAllah hingga di akhir hayat. Sejak dari malam pertama mengikat janji, kami telah melangitkan doa agar diberi keturunan yang saleh-salehah, qurrota a'yun penyejuk jiwa. Tidak ada terbetik sedetik pun keinginan menunda, meski kami baru sama-sama merintis karier. Si sulung lahir ke dunia, mengesahkan panggilan ibu buat saya, dan sapaan ayah untuk bapaknya.

Sejenak saya terlempar ke masa belasan tahun yang lampau. Waktu itu usia saya dua puluh empat tahun, tahun pertama menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di daerah. Sejak memiliki Rara, nick name putri pertama yang kami beri nama Nafila Zahra, saya jadi hobi mengoleksi artikel parenting. Yang tidak pernah luput dari perhatian saya waktu itu adalah rubrik pengasuhan di Majalah UMMI dan Sabili. Waktu itu saya hanya berlangganan UMMI, sedangkan kakak ipar lebih menyukai yang berbau pergerakan Islam seperti Sabili. Maka saya rela mampir ke rumah kakak untuk meminjam dan memfotokopi artikel parenting, pada setiap bulannya.

Kumpulan tulisan berbagai pakar parenting seperti Mohammad Fauzil Adhim, Ustazah Herlini Amran, Bunda Elly Risman dan lain-lain saya jilid jadi satu dan diberi cover layaknya sebuah tugas klipingan. Dan saat saya memiliki waktu luang, saya membaca-bacanya dan berdiskusi dengan suami. Begitulah ikhtiar saya menyadari bahwa kurangnya ilmu dalam mendidik anak.

Lahir putra kedua, kebahagiaan kami berlipat ganda. Lengkap sudah sepasang cahaya mata yang Allah karuniai untuk kami. Prinsip saya tetap seperti dahulu saat si kakak lahir, memberikan ASI Eksklusif bagaimanapun sibuknya saya. Aktivitas rutin berlanjut sampai akhirnya empat tahun kemudian dikaruniai lagi putri ketiga. Kala itu beban kerja saya sebagai dosen sedang di puncak. Saya diamanahi menjadi ketua program studi di tempat saya mengajar.

Namun berkegiatan di ranah publik tidak menyurutkan tekad untuk memberikan ASI eksklusif ke buah hati. Dalam sehari saya bisa tiga kali bolak-balik rumah-kampus demi memenuhi kebutuhan si kecil. Kebetulan waktu itu belum memiliki lemari es dua pintu sehingga tidak maksimal untuk menyimpan ASI perahan. Oleh sejawat dosen lainnya saya dijuluki "dosen jam dua belas". Sebab begitu waktu menunjukkan tepat di tengah hari, saya langsung bergegas pulang. Lama kelamaan mereka memahami dan mampu menghargai bahwa ada yang saya perjuangkan. Pemberian ASI X untuk putri saya. Sebagai ikhtiar memelihara ketahanan tubuh anak saya, upaya nurturing family.

Perkenalan saya dengan Ibu Profesional berlangsung saat tengah mengasuh anak keempat. Selang enam tahun sejak kelahiran putri ketiga, kami dianugerahi kembali putra keempat. Genap sudah dua pasang putra-putri melengkapi kebahagiaan kami. Rasanya bersyukur luar biasa memperoleh titipan ini. Diawali dengan belajar online di Kelas Matrikulasi Batch 5 Sumatera Utara, saya mendapatkan ilmu-ilmu pengasuhan yang tak sekadar teori. Tetapi merupakan kumpulan pengalaman empiris founder-nya, Septi Peni Wulandani dan Dodik Mariyanto, suami beliau.

Saya tersentuh sekali dengan salah satu materinya yaitu bagaimana ibu menemukan misi spesifik kehidupan. Bahwa keberadaannya di muka bumi ini pastilah memiliki misi yang spesial. Bertemu pasangan hidup, diamanahi buah hati sang pelipur lara, membangun sebuah peradaban dari dalam keluarga. Benar-benar membuka kran kesadaran saya bahwa predikat sebagai seorang ibu amat luar biasa pentingnya bagi keluarga. Sepantasnyalah memang surga berada di bawah telapak kaki bunda yang salehah.

Terima kasih Ibu Profesional, atas ilmunya yang bisa perlahan-lahan saya terapkan dalam keluarga. Belajar berbarengan dengan para bunda pembelajar yang tersebar di seluruh dunia. Kami tumbuh beriringan membersamai keluarga. Semoga saya dan teman-teman sepembelajaran, dapat menjadi ibu profesional, ibu kebanggaan keluarga. Amin.

#IbuProfesionalAsia
#1stAnniversaryIPAsia



Posting Komentar untuk "Belajar Berbarengan Tumbuh Beriringan"