Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kesalahan Berbahasa Di Dalam Akta Notaris

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014  tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UU Jabatan Notaris), akta notaris adalah akta autentik (otentik) yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.

bahasa pada akta notaris
Ilustrasi akta notaris / Ikatan Notaris Indonesia

Sebagai salah satu produk hukum selain berkas perkara, surat perjanjian dan peraturan perundang-undangan, akta notaris memegan peranan penting sebab sangat jamak didapati di tengah-tengah masyarakat terutama yang sedang memerlukan jasa notaris untuk urusannya.

Kewenangan Notaris


Zaman penulis menempuh pendidikan hukum dahulu saja dosen yang kebetulan sudah berprofesi sebagai seorang notaris menyampaikan, bahwa peminat profesi ini banyak sekali dan terus meningkat dari tahun ke tahunnya. Bahkan beliau sampai bercanda, setiap seratus meter sekali terdapat kantor notaris.

Hal ini menunjukkan demikian pentingnya keberadaan pejabat umum yang diangkat dan diambil sumpahnya oleh Menkumham, diwakili oleh Kanwil Kemenkumham ini. Masyarakat akan datang ke notaris untuk banyak hal. Di dalam dunia bisnis kebutuhan menemui notaris tidak dapat dielakkan.

Mulai dari pendiri PT, membuat akta, legalisasi dokumen, waarmeking (membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftarkan dalam buku khusus yang disebut Buku Pendaftaran Surat Di Bawah Tangan). Bisa juga untuk kebutuhan pribadi seperti akta waris, akta hibah, balik nama sertifikat, pengecekan sertifikat tanah, dan lain-lain.

Lengkapnya, bisa dipelajari di Pasal 15 UU Jabatan Notaris (UUJN) di bawah ini:

Pasal 15 ayat (1): notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Ayat (2): Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), notaris berwenang pula:  

a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.
b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.
c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan.
d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya.
e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;
f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; ataug.membuat Akta risalah lelang

Ayat (3): Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

SmartLegal

Kesalahan Berbahasa Di Dalam Akta Notaris

Menarik hasil penelitian dari beberapa sarjana bahasa Indonesia mengenai kesalahan di dalam tiga akta notaris yang diteliti. Terdapat penyimpangan kaidah ejaan, pilihan kata (diksi) dan kalimat-kalimatnya. Adapun penyimpangan-penyimpangan itu sebagai berikut:

  1. Masih ditemukan kesalahan penggunaan EBI (Ejaan Bahasa Indonesia) berupa penggunaan huruf kapital, kata depan "di" dan awalan -di, tanda koma, tanda titik, tanda petik, titik dua, partikel "pun", gabungan katam dan singkatan.
  2. Masih ditemukan kesalahan penggunaan diksi berupa penyimpangan ketepatan (penggunaan kata yang mempunyai kemiripan fungsi dan makna, penggunaan kata yang berlebihan, dan penggunaan kata tanpa penghubung). Kesesuaian diksi dengan konteks kalimat, penggunaan kata yang tidak sesuai dengan pasangannya, dan penggunaan kata nonbaku.
  3. Masih ditemukan kesalahan penggunaan kalimat berupa kesatuan gagasan (kalimat yang tidak memiliki subjek, penggunaan kata yang sebelum predikat kalimat yang terlalu panjang), kepaduan atau koherensi yang baik dan kompak, dan kesejajaran.
Namun sebagai orang yang juga berkiprah di bidang pendidikan hukum selama lima belas tahun terakhir ini saya bisa memberikan semacam argumentasi terkait yang dianggap kesalahan oleh disiplin ilmu bahasa Indonesia.

Kesalahan yang Tak Sepenuhnya Salah


Berdasarkan Pasal 1 angka (11) UUJN mengatur perihal grosse akta, sebagai berikut:

Grosse akta adalah salah satu salinan akta untuk pengakuan utang dengan kepala Akta "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA", yang mempunyai kekuatan eksekutorial.

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Jika ahli bahasa menyalahkan kalimat di atas karena penggunaan huruf kapital yang berlebihan. Maka menurut ahli hukum kalimat berhuruf besar semua itu bukanlah merupaka kesalahan. Hakim Bismar Siregar menyebutkan bahwa irah-irah DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA adalah rohnya putusan.

Sebagaimana yang juga ditemui di bagian awal putusan hakim, kata-kata itu mempertegas kedudukan hakim sebagai wakil Tuhan saat ia memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara. Jadi ada pemaknaan yang dalam di sana. Baik di dalam akta notaris maupun di dalam suatu putusan.

Bukan "Atas Nama Ratu/Raja" tetapi BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Bahwa hakim dalam memutus, notaris dalam membuat aktanya memiliki pertanggungjawaban langsung kepada Tuhan Yang Maha Esa, bukan kepada yang lain-lain. Inilah pembeda peradilan Indonesia yang percaya kepada Tuhan dengan peradilan negara lain.

Irah-irah PRO JUSTITIA yang berarti demi hukum, juga ditemui pada dokumen hukum lainnya seperti surat resmi kepolisian dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Pada dokumen hukum kejaksaaan di dalam proses penyidikan dan penuntutan untuk kepentingan proses hukum.

Selain makna dari irah-irah di atas, ada kekuatan eksekutorial di dalam dokumen tersebut. Kekuatan eksekutorial merupakan salah satu dari tiga macam kekuatan putusan hakim selain kekuatan mengikat, dan kekuatan pembuktian.

Kekuatan eksekutorial adalah kekuatan untuk dilaksanakannya apa yang diperintahkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat negara. Itulah fungsi dari irah-irah berhuruf besar semua itu.

Salam,





Referensi:

https://media.neliti.com/media/publications/215837-penggunaan-bahasa-indonesia-dalam-akta-n.pdf

http://etd.repository.ugm.ac.id/home/detail_pencarian/112914

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris





4 komentar untuk "Kesalahan Berbahasa Di Dalam Akta Notaris"

  1. Jadi, kalau saya tidak salah, kesalahan berbahasa itu tidak sepenuhnya salah semua. Beberapa memang menjadi mandatori eksekutorial atau perintah eksekusi paksa.
    Aduh, benar nggak sih maksud saya itu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yupss bener sekali mbak Susi... Makanya bahasa utk bidang hukum itu hrs melibatkan dua disiplin ilmu, bahasa Indonesia dan org hukum sendiri

      Hapus
  2. Hmm, sulit sekali rasanya belajar berbahasa hukum. Hihi. Kelas berat

    BalasHapus
  3. Wah kalau begitu, tidak sembarang penulis bisa menuliskan tentang hukum ya, harus hati-hati sekali.

    BalasHapus

Pesan dimoderasi, terima kasih telah meninggalkan komentar yang santun. Sebab bisa jadi Anda dinilai dari komentar yang Anda ketikkan.