Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kesalahan Penulisan Dalam Berkas Perkara

Tulisan ini masih merupakan bagian dari artikel kesalahan-kesalahan penggunaan bahasa di bidang hukum.

Menurut ilmu linguistik ada perbedaan antara kesalahan dan kekeliruan. Kesalahan (errors) adalah penyimpangan-penyimpangan yang terjadi secara sistematis dan konsisten, dan disebabkan oleh belum dipahaminya sistem linguistik bahasa yang digunakan. Sedangkan kekeliruan (mistakes) adalah penyimpangan yang tidak sistematis dan konsisten

Penulis menggunakan kata "kesalahan" sebab meski dirasa tidak dilakukan secara sistematis tetapi karena kerap ditemui di berbagai produk hukum makanya tepat jika dikatakan konsisten.

Berkas perkara adalah dokumen-dokumen yang perlu dilengkapi dalam suatu proses peradilan. Berkas perkara ini banyak tahapannya. Ada berkas perkara di tingkat penyelidikan dan penyidikan di kepolisian. Ada berkas perkara penuntutan/dakwaan di tingkat kejaksaan dan ada pula berkas perkara yang dilimpahkan ke pengadilan untuk selanjutnya menjalani proses peradilan.

Pengadilan adalah tempatnya, gedung atau bangunan pengadilan. Sementara peradilan adalah prosesnya, proses mengadili suatu perkara. Proses inilah yang di tiap acaranya memerlukan berkas. Berkas sendiri juga terbagi-bagi sesuai dengan jenis perkaranya. Seperti berkas perkara perdata dan berkas perkara pidana.

Kesalahan-kesalahan dalam berkas perkara peradilan
Ilustrasi peradilan / Sharda Uni


Semua produk hukum menggunakan bahasa baku yang menuntut berpikir logis dan sistematis. Hal ini merupakan ciri khas sebab menggambarkan alur berpikir yang teratur dan menuju pada suatu kesimpulan. Kata mengingat, menimbang dan memutuskan, misalnya, merupakan karakteristik bahasa Indonesia hukum yang harus ada dalam suatu putusan, produk pengadilan.

Dibandingkan dengan ragam bahasa profesi lainnya, bahasa Indonesia hukum yang digunakan praktisi hukum bisa dikatakan istimewa. Sebab selain bersifat praksis, implementasinya juga menimbulkan hak dan kewajiban. Menentukan seorang bersalah atau tidak, menerima sanksi atau tidak.

Adapun kesalahan penulisan yang kerap dijumpai dalam berkas perkara adalah sebagai berikut:

Kita ambil satu contoh putusan:

Bahwa pertimbangan hukum Pengadilan Tinggi Pontianak pada halaman 6 yang menjadi dasar dikabulkannya gugatan Termohon Kasasi/Penggugat adalah pertimbangan hukum yang keliru dan salah dalam menerapkan hukum karena keberadaan lorong dengan lebar 0,8 meter dan panjang 23 meter dari dulunya telah ada dan pemasangan pipa, saluran air, AC dan kabel-kabel parabola dan kabel telepon adalah berada pada dinding bangunan Ruko Pemohon Kasasi/Tergugat dan tidak mengganggu aktivitas serta bukan berada pada tanah milik Termohon Kasasi/Penggugat dan bukti pembayaran PBB oleh Termohon Kasasi/Penggugat bukan sebagai bukti hak dan saksi Edy Sampauw, Hermanto pada persidangan tingkat pertama tidak menyatakan secara tegas lorong sengketa adalah bagian dari tanah sertifikat hak milik No. 632/1981 dan kedua saksi tersebut hanya menyatakan Ruko adalah milik Termohon Kasasi/Penggugat dan tidak tahu ukuran luas tanah Termohon Kasasi/Penggugat ;

Bagaimana perasaan Anda ketika membacanya? Apakah Anda mejumpai adanya tanda titik sebagai jeda dalam membaca? Penulis yakin tidak hanya orang di luar bidang hukum, kadang kala profesional hukum sendiri yang memahami kaidah penulisan bahasa yang benar, merasa jenuh membacanya.
  1. Kalimat yang digunakan terlalu panjang, tanpa titik, tanpa jeda paragraf, sehingga tampak sangat penuh sesak dan terlihat terlalu dipaksakan selesai dalam satu alinea. Padahal ini bisa diatasi dengan menaruh saja tanda titik di beberapa kalimat. Lebih jelas dan mudah dimengerti substansi secara baik, dan yang paling penting tidak mengurangi maknanya sedikitpun.
  2. Pada berkas perkara yang lain, lazim dijumpai kata "yang mana", "di mana" dan "hal mana" tetapi tidak dimaksudkan untuk bertanya. Contoh: Surat perjanjian itu telah diserahkan kepada para pihak yang mana masing-masing telah menandatanganinya. Coba dibaca berulang-ulang, akan memberikan kesan kalau kita sedang membaca hasil terjemahan mesin translasi. Plus rasanya masih di zaman orde lama. Di zaman sekarang, mestinya bahasa juga ikut mengalami perkembangan, menjadi lebih efektif dan efisien. Contoh di atas sebaiknya dituliskan menjadi " "Surat perjanjian telah ditandatangani dan diserahkan kepada para pihak"
  3. Dalam relaas panggilan masih ditemui kata "Supaya datang menghadap dimuka persidangan Pengadilan X Jalan Y No. 2 kota Z". Kesalahan pertama tidak memisahkan awalan -di dengan keterangan tempat. Muka lawan dari belakang, bersinonim dengan depan. Mestinya dituliskan saja " Supaya datang ke persidangan ... " kalimat jadi lebih efektif dan logis. Orang yang dipanggil pun lebih paham makna dari pernyataan tersebut meski pendek.
Masih banyak lagi sebenarnya kesalahan penulisan yang banyak terjadi dalam persidangan. Menjadi tanggung jawab para profesional hukum juga untuk menegakkan kembali aturan penggunaan bahasa yang baik dan benar. Dengan memperhatikan PUEBI dan KBBI. Penulis tidak sepakat jika penggunaan bahasa yang salah dibenarkan atas nama "bahasa hukum berbeda dengan bahasa Indonesia pada umumnya."

Bahasa Indonesia di bidang apapun tetaplah bahasa Indonesia yang merujuk pada pedoman tata bahasa, tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di negeri ini. Tanpa pandang bulu apalagi pandang bidang profesi. Bukankah kita berjuang bersama-sama menegakkan hukum sebagai panglima di tanah air.

Bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia, berbangsa yang satu bangsa Indonesia, dan berbahasa yang satu, bahasa Indonesia


Salam,

Referensi:

Putusan Nomor : 2030 K/Pdt/2003 diunduh dari http://hukum.unsrat.ac.id/ma/2030-k-pdt-2003.pdf

Evi Olivia Kumbangsila, https://kantorbahasamaluku.kemdikbud.go.id/2018/07/penggunaan-di-mana-dan-yang-mana-dalam-kalimat-bahasa-indonesia/











31 komentar untuk "Kesalahan Penulisan Dalam Berkas Perkara"

  1. Keterampilan berbahasa mutlak ya dibutuhkan oleh orang yang bertugas menyusun berkas perkara, juga oleh yang membacanya biar gak salah persepsi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Perlu menjadi kebiasaan yang baik ya Mbak menulis sesuai kaidah itu

      Hapus
  2. Salam kenal mbak. Baru kali ini baca tulisan dari blogger yang khusus membahas mengenai penulisan dalam bidang hukum. Ilmu yang sangat bermanfaat ini. Apalagi untuk yang awam mengenai tata bahasa persidangan, berkas perkara, dan sebagainya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal Kak Fida... Semoga saya konsisten yaa... Senengnya sih nulis curhat hehe

      Hapus
  3. Beratttt emang ya kalo udah bahas hukum. Berat juga ini tugas dosennya. Hahaha. Harus pintar bahasa indonesia juga pasti ini.

    BalasHapus
  4. Rasanya kalo menulis dengan memperhatikan konteks hukum harus lebih hati2 ya.. salah titik koma aja bisa urusan panjang...

    BalasHapus
  5. Sudah lama banget ini gak berurusan dengan dokumen legalitas. Terakhir waktu kerja di Bank, mengurus dokumen perjanjian kredit dengan notaris hehe..

    BalasHapus
  6. Kesalahan penulisan bisa dari saltik, ejaan yang kurang tepat, kalimat tidak efektif membuat kurang enak aja dibaca dan takutnya malah bikin yang baca keliru lagi.

    BalasHapus
  7. Wah. Keren bgt blognyaa.

    Membuka wawasan bgt nih Mba.
    Makasiii sharing nya ya

    BalasHapus
  8. Baca ini jadi seperti waktu daku di kampus soal berkas perkara, walau pun tetep nggak mahir, haha.. Jadi kangen praktek di Pengadilan Agama

    BalasHapus
  9. Sebenarnya, penulisan di ranah hukum ini bisa diefektifkan nggak sih? Aku pernah bikin BAP waktu rumahku kemalingan. Di kantor polisi, pas baca berkas BAP bawaannya jadi pengen ngedit :D

    BalasHapus
  10. Jadi ingat dulu waktu mengurus suatu perkara, setiap kata diamati sejeli²nya oleh lawyerku, agar tak salah makna dan asumi katanya, bahkan memanggil ahli bahasa segala 😀

    BalasHapus
  11. Sebelum membaca ini, aku pikir memang tipikal bahasa pengadilan itu yang seperti itu, mba.

    ... seperti mesin translasi.

    Ternyata bukan ya.

    Materi ini simpel, sangat bergizi dan menghunjam di hati, tssaaah!


    BalasHapus
  12. bahasa emang jadi pemersatu banget ya, bahkan hukum pun juga sangat butuh orang bahasa dalam menyusun satu produk yang akan dipublish agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan penulisan ya.

    BalasHapus
  13. Njelimet banget yah mba bahasa hukum itu ternyata... bahkan selama ini yg aq pikir sama aja kesalahan dan kekeliruan ternyata mempunyai arti yg berbeda

    BalasHapus
  14. Kak Mia.. kesalahan-kesalahan di atas mirip sama bahasa Indonesia lama ya kak. Penggunaannya sering berbelit-belit begitu. Biasanya awak baca di surat/sertifikat tanah keluaran lama.

    BalasHapus
  15. bahasa hukum itu sering membingungkan ya, di lembaa hukum sudah ada ahli bahasanya tidak sih sebenarya? jd penasaran

    BalasHapus
  16. Yang pasti Mbak, kalau baca naskah tanpa titik jeda akan membuat kepala editor puyeng. Hihihi

    BalasHapus
  17. Awalnya saya pikir bahasa hukum itu harus baku dan kaku. Ternyata malah harus lebih efektif dan efisien, jadi malah lebih dimengerti ya. Sama aja kayak kita mau publish tulisan. Bermanfaat banget nih, jadi dapat informasi baru.

    BalasHapus
  18. Ini kan hukum di Indonesia ya Mbak, sehingga Bahasa hukum, otomatis menggunkan Bahasa Indonesia.

    BalasHapus
  19. Klo dokumen hukum memang harus ditulis dgn benar ya bu dosen.
    Biar g ambigu, bahaya klo ambigu

    BalasHapus
  20. Pelajaran bahasa itu banyak yg menyepelekan, padahal itu salah satu kata saja bisa fatal ya.
    Saat sekolah jurusan bahasa dianggap sebelah mata. Sekarang, bahasa dan ilmunya penting banget tuh ternyata ya

    BalasHapus
  21. Kalau lihat berkas hukum di persidangan tuh khan tebel bangett ya, aku suka mikir itu dibaca seluruhnya nggak ya secara detail sama perangkat hukum di pengadilan

    BalasHapus
  22. Wah jadi tambah pengetahuan nih. Jujur baru ini aku baca tulisan bloger tentang hukum. Jadi tahu kalau bahasa hukum tidak harus ditulis dengan kaku

    BalasHapus
  23. Aku baru baca artikel tentang hukum gini nih mba. Mungkin ditulisan kita seperti blog atau artikel biasa kesalahan penulisan bisa aja terjadi ya. Tapi mungkin efeknya enggak terlalu besar, paling jadi notice atau bisa juga sih di warning kalau memang di hire untuk nulis.

    Tapi kalau nulis pribadi seperti aku kesalahan tulisan enggak berpengaruh besar. Tapi kalau di hukum , dampaknya fatal juga ya mba. Memang harus benar benar teliti dan fokus.

    BalasHapus
  24. Salut kak sama orang hukum.
    Karena mereka tidak hanya dituntut pintar dalam menulis, tapi juga menyampaikan.

    BalasHapus
  25. Wah kesalahan sedikit bisa berdampak besar ya mbak. Ilmu yang penting untuk dipelajari ini.

    BalasHapus
  26. Ilmu baru nih untuk saya, kebetulan saya memang masih awam banget tentang ilmu hukum

    BalasHapus
  27. What tema yang diangkat menarik nuh Mbak. Relate juga dengan PUEBI, aku baru setahun belakangan ini aja mengetahuinya hehe btw Mbak editor kah?

    BalasHapus
  28. Artikel yang menarik dan menambah ilmu buatku mbak hehehe terima kasih sudah berbagi

    BalasHapus

Pesan dimoderasi, terima kasih telah meninggalkan komentar yang santun. Sebab bisa jadi Anda dinilai dari komentar yang Anda ketikkan.