Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

7 Nilai Plus Milenial Melek Politik

Mengapa Harus Melek Politik

Ya, mengapa kita harus melek politik? Ini merupakan pertanyaan yang terlontar dari berpikir kritis. Melek artinya tidak tidur, jaga, dapat melihat, insaf, sadar, mengerti, berpengetahuan. 
 
Lawannya adalah tidur, tidak jaga, tidak dapat melihat, tidak insaf, tidak mengerti, tidak berpengetahuan, tidak paham, tidak tahu dan sebagainya yang senada dengan itu. Dalam bahasa Inggris, melek merupakan padanan kata literate. 

Melek-politik

Politik berarti seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Menurut teori klasik Aristoteles, politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama.

Melek politik bisa diartikan memiliki pengetahuan tentang politik. Tidak buta politik, apalagi alergi dengan kata politik. Lho, memangnya ada yang alergi? Banyak. Seolah-olah politik itu sesuatu yang kotor, najis, hal yang wajib dihindari. 
 
Padahal dari definisinya saja politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan. Yang kotor adalah ketika orang menghalalkan segala cara untuk meraih tampuk kekuasaan. 
 
Mengembuskan perpecahan, dengan sengaja mempolarisasi masyakakat, menghidupkan kembali isu SARA, merekayasa hoaks, memfitnah, melakukan pembunuhan karakter sampai benar-benar menumpahkan darah. Hal yang demikian yang kerap bersanding dengan politik sehingga orang terutama generasi muda merasa perlu menjauhkan diri dari ingar bingar politik.
 
Melek politik itu perlu sebab politik berkaitan dengan pengambilan kebijakan di negeri tempat berpijak ini. Bayangkan jika tidak ambil peduli pada urusan partisipasi pemilu yang merupakan bagian dari perpolitikan bangsa, peluang orang-orang baik dan kompeten memimpin bangsa ini akan sirna. 
 
Tidak ada SDM berkualitas yang peduli dan mau mencalonkan dirinya. Tidak ada pula massa yang mendukungnya, semuanya apatis dalam berpolitik. Akhirnya kursi anggota dewan diduduki oleh orang-orang yang hanya punya modal materi namun sayang tidak punya modal integritas dan kredibilitas.
 
Kebijakan dibuat semaunya, asal bapak senang, memenangkan kepentingan kaum berduit, mangkir dari jadwal rapat, datang terlambat, tidur di ruang sidang, nonton video asusila saat rapat pleno. Tentu kita jijik melihat wakil rakyat yang demikian. 
 
Lalu, apakah cukup dengan hanya mengutuk oknumnya saja? Saatnya yang muda maju, tampil ke depan. Mengisi kursi kepemimpinan dengan itikad baik dan amanah. Pertanyaan retoris selanjutnya, apakah SDM yang qualified itu bisa muncul dengan ujug-ujug. 
 
Saya pastikan, tidak. Perlu proses yang tidak sebentar untuk menghasilkan calon pemimpin bangsa yang melek politik, berintegritas dan kompeten di bidangnya.

Milenial Melek Politik

Milenial adalah generasi yang lahir dalam rentang waktu 1980 sampai dengan 1997. Saat ini anggota kabinet Indonesia Maju yang mewakili anak muda milenial adalah Menteri Nadiem Makarim (35 tahun). Selain dia ada dua Wamen (Wakil Menteri) yang juga representasi dari generasi Y ini yaitu Jerry Sambuaga (34 tahun), Wamen Perdagangan, dan Angela Tanoesudibjo sebagai Wamen Parekraf (32 tahun).

Anggaplah ketiga orang ini tadinya tidak begitu melek politik. Mereka dipilih karena profesionalitasnya di bidang masing-masing. Namun tentu akan lain ceritanya jika ketiganya menolak masuk di pemerintahan. 
 
Alasannya sederhana, tidak ingin terlibat politik praktis. Untungnya tidak demikian. Mungkin dengan semangat yang sama ingin berkontribusi untuk bangsa dan negara mereka bersedia masuk ke dalam sistem pemerintahan.

Semangat ingin membangun inilah yang semestinya diteladani. Berdasarkan laporan riset IDN Research Institute yang berjudul Indonesin Millenial Report 2019, diperoleh data bahwa hanya 23,4% kaum milenial yang mengikuti berita politik. 
 
Tidak dikatakan bahwa pemilih milenial tersebut melek politik. Generasi milenial cenderung menganggap politik hanya diperuntukkan untuk orang-orang tua atau old school.

Sebagian besar generasi milenial mengarah pada apatis terhadap politik, di sini perlu digalakkan kembali pendidikan politik kepada generasi muda. Agar pemilih milenial bisa menjadi pemeran utama, tidak sekadar menjadi penonton di pinggir lapangan, mirisnya hanya menjadi objek politik.

Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2012, didapati bahwa 79% anak muda di Indonesia tidak tertarik berpolitik.

7 Nilai Plus Milenial Melek Politik

Demokrasi modern mensyaratkan masyarakat yang melek politik. Generasi muda ditempa untuk mengenal lebih dalam tentang arti penting politik, pemilu, partai politik, politik kenegaraan, kebangsaan, birokrasi pemerintahan, politik internasional dan politik dalam arti yang lebih luas lagi.
 
Tidak harus bergabung di suatu parpol untuk memahami politik kepartaian. Media informasi sangat mendukung tersedianya bacaan dan ruang diskusi maya untuk belajar berpolitik. 

Anak muda yang sadar bahwa ia berada dalam suatu negara, mau memahami tugas dan fungsinya sebagai generasi harapan bangsa, itulah milenial yang melek politik. 
 
Partisipasi merupakan salah satu bentuk dari melek politik masyarakat. Ketika secara langsung maupun tidak langsung mengambil peran dalam perjalanan suatu bangsa dan negara. Berpartisipasi dalam memberikan hak suara dalam pemilukada, misalnya. Sudah mencerminkan bahwa generasi muda menaruh perhatian pada nasib bangsanya.

Melek-politik-bersih
 
Ada 7 (tujuh) nilai plus atau kelebihan/keuntungan jika generasi milenial melek politik. Antara lain sebagai berikut:

1. Menjadi lebih pintar menganalisis isu-isu politik

Generasi milenial yang melek politik tentu akan memenuhi keingintahuannya dengan berbagai informasi dan wawasan yang relevan bagi kebutuhan asupan pemikirannya. 

Mengikuti jalannya talk show di TV, membaca artikel-artikel berkualitas dari para pakar dan pengamat politik akan semakin membuatnya berisi dan pintar dalam menganalisis isu-isu politik yang terjadi dewasa ini.

Bukan tidak mungkin anak muda bisa menjadi pengamat politik yang diundang stasiun TV karena kepiawaiannya memotret situasi dan kondisi perpolitikan negeri lalu memublikasikan hasil survei dan penelitiannya.

2. Jika masih berstatus mahasiswa, berpeluang menjadi ketua BEM, anggota senat, aktivis organisasi politik kemahasiswaan di kampus dan elemen gerakan eksternal kampus

Dalam sebuah pemilu di tingkat organisasi kemahasiswaan, manakah yang akan berpeluang besar terpilih menjadi ketua BEM, yang wawasan politiknya luas atau yang "b" saja? Sudah pasti yang melek politik dan berisi saat menyampaikan visi dan misinya merebut hati para calon istri eh pemilih. 

3. Setelah lulus kuliah, berkesempatan menjadi tenaga ahli anggota dewan

Teman saya memberikan informasi, kalau ingin menjadi staf ahli anggota DPR seperti dirinya, mau tidak mau harus melek politik. Gajinya lumayan,  hampir 2 digit, hehe... Oya teman saya itu kerjaannya jalan-jalan terus lho keluar negeri, ikut anggota dewannya studi banding ke sana-sini.  

4. Berperan aktif dalam tahapan pemilu/pilkada, menjadi KPPS, PPK, Pemantau Pemilu

Generasi muda yang melek politik bisa mengambil kesempatan belajar jadi penyelenggara pemilu minimal di lingkungan tempat tinggalnya sendiri. Seperti saya dulu selulus kuliah menjadi pemantau pemilu. Lumayanlah, memperoleh pengalaman melihat proses pemilu dari awal sampai akhir. 

5. Mengerti cara untuk menyalurkan aspirasi politik, mengelola demonstrasi yang legal, manajemen isu dan aksi

Hayo siapa yang dahulu saat jadi mahasiswa tidak pernah mengikuti demonstrasi. Tidak familier dengan aksi, agitator, korlap, manajemen massa dan lain-lain?  
 
Sebenarnya perlu juga mengetahui soal manajemen aksi dan printilannya itu. Tetapi jangan sampai gontok-gontokan dengan aparat ya, kasihan, aparat saudara sebangsa setanah air juga kok. Zaman sekarang anak muda juga bisa memprakarsai aspirasi masyakat lewat petisi-petisi online.
 

6. Turut mengisi struktur kepengurusan partai politik

Siapa bilang masuk parpol itu hina dina? Haha... maaf bahasanya lebay ya. Terkadang melihat teman yang parno sekali sama partai saya terheran. Memang dengan menjadi anggota aktif suatu partai politik kita kesannya partisan, tidak netral, memihak suatu golongan.
 
Namun juga menandakan Anda telah menjatuhkan pilihan pada satu pihak dan bersedia bertanggung jawab atas pilihan tersebut. Parpol merupakan wadah untuk menyeleksi kepemimpinan, sehingga idealnya dapat ditemukan orang-orang melek politik dan mengerti arah kebijakan negara. 
 
Kader-kader calon pemimpin seperti inilah yang nantinya akan mengisi kursi dewan yang terhormat bahkan presiden. Jadi tujuan berpartai itu mulia sebenarnya. Jika dalam faktanya malah sebaliknya, di partai dilatih untuk membina hubungan dengan cukong, mafia dan preman, itu sudah melenceng. 
 
Maka saran bagi anak muda, jika ingin bergabung pada suatu parpol, pelajari dulu visi misinya, platformnya dan lihat rekam jejak para kadernya. Banyak berakhir di KPK atau tidak, memperjuangkan nasib rakyat atau tidak. 
 
Jangan terbuai kampanye dan propaganda emosional semata. Oya, nonpartisan juga pilihan ya.

7. Melanjutkan estafet kepemimpinan 

Saatnya generasi milenial yang menentukan nasib bangsa ini. Pasti kita tak ingin menjadi bangsa jongos, bangsa penonton, banyak utang luar negeri, tidak piawai mengelola kekayaan alam, SDM yang tidak berkualitas, pemalas dan sederet stigma negatif lainnya. 
 
Saat anak muda memimpin, buktikan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang unggul di mata dunia. Etapi, kalau sudah duduk jadi pemimpin jangan ikut-ikutan korupsi ya. Camkan itu!
 

Kesimpulan

Generasi milenial perlu melek politik, ada 7 (tujuh) nilai plusnya jika anak muda punya pengetahuan tentang politik. 
 
Di antaranya bisa menjadi lebih pintar menganalisis isu-isu politik, berperan aktif menjadi penyelenggara pemilu di lingkungan masing-masing, mengerti cara menyalurkan pendapat, bahkan bisa menapaki anak tangga menuju kursi kepemimpinan.
 
Nah, gimana... banyak plusnya kan kalau melek politik. Setuju atau tidak... Silakan beri pendapat di kolom komentar ya, terima kasih.

Salam,
Fadlimia-melek-politik
















17 komentar untuk "7 Nilai Plus Milenial Melek Politik"

  1. Dulu sempat punya mindset, ah ngapain mikirin politik, ternyata politik itu mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan kita ya kak, bahkan sampe urusan harga cabe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Harga cabai terkait dengan neoliberalisme, duh jadi makin berat bahasannya yak

      Hapus
  2. Kalau saya jujur tidak terlalu tertarik dengan politik. Tapi acuh juga jangan. Berperan sebagai pemilih dan mencari tahu siapa sosok yang akan dipilih adalah pilihan kontribusi saya dalam dunia politik.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sudah lumayan itu Mbak Enny... yg parah kl apatis sama sekali tp kok berharap stabilitas nasional baik2 saja

      Hapus
  3. Melek politik itu sangat penting. Agar kita tidak salah pilih. Agar kita bisa berkontribusi pada kemajuan bangsa yang menjadi tempat kita lahir dan ditempa jadi manusia berbudi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masyaallah besar sekali rasa nasionalisme Mbak Susi

      Hapus
  4. Aku gak suka politik mbak. kebanyakan konspiratif dan manipulatif. gak bisa dipukul rata sih. dan emang gak semuanya gitu. tapi ya tetap hati hati. waspada. hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pemerintahan kolonial Belanda sukses menjauhkan penduduk jajahannya untuk gak suka sama politik, agar apa? Agar kita gak pinter berpolitik, seandainya kita menuruti maunya mereka, alamat bangsa ini tak pernah merdeka, huhuuu... tp tetep yg namanya gak suka juga pilihan kok

      Hapus
  5. Nah, ini wajib dibaca sama generasi milenial yang suka apatis kalau ada info politik. Padahal banyak banget ya manfaatnya. Aku sendiri dulu juga pernah sih mengalami masa-masa ngga suka ngomongin politik, apalagi baca soal itu. Tapi sekarang merasa perlu bangett, ngga cuma sebagai pengetahuan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau orang hukum emang tetanggan ama sospol Mbak, hihi... meskipun kita menjaga agar tetap konsisten berpikir hukum, gak mau terdistorsi cara berpikir politik praktis, hehe

      Hapus
  6. Alhamdulillah walau tidak sering tapi tetep ngikutin sih berita tentang kancah perpolitikan di indonesia :) yang jelas pasti penting mempunyai pengetahuan tentang politik agak kita bisa berkontribusi buat negara walaupun baru sebatas ketika pemilihan kepala daerah atau presiden :)

    BalasHapus
  7. aduhhhh aku kok udah di tahap males merhatiin politik ya mbak,,,

    eh lebih malas mengomentari politik sih

    tapi masih srg baca atau lihat berita updatenya di yutub,, meski ttp dengan sikap "no comment" huhu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gpp Mba Rini, itu sih pilihan ya, tetapi paling tidak ada sedikiiit saja perhatian untuk bangsa dan negara (apasih)

      Hapus
  8. citra buruk yang terlanjur hinggap pada para politisi membuat citra politik jadi ikut-ikutan buruk. itulah mengapa kaum milenial jadi apatis.

    BalasHapus
  9. Betul banget mb mia, meski berita yang meredar dan mengakar adalah yang kurang baik, kita harus tetap melek politik agar tidak antipati terhadap suatu hal yang nantinya berpengaruh meski tidak secara langsung. Setuju banget saya mb mia.

    BalasHapus
  10. Millenial memang kudu banget melek politik supaya tahu apa yang harus dilakukan dan tahu harus kemana membawa diri... Semangat terus deh buat millenial untuk selalu menguograde skill dan memperluas wawasan

    BalasHapus

Pesan dimoderasi, terima kasih telah meninggalkan komentar yang santun. Sebab bisa jadi Anda dinilai dari komentar yang Anda ketikkan.