Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

4 Aksi Nyata Melawan Kekerasan Seksual Di Kampus

"Ehm, Assalamu'alaikum, Cantik, Duh... saya kalau lihat yang bening-bening begini jadi tambah semangat mengajarnya." 

Begitu ungkapan seorang bapak dosen kepada mahasiswinya pada suatu kesempatan.

Lawan kekerasan seksual di kampus


Halo Bapak/Ibu sesama rekan sejawat, apa pentingnya mengucapkan hal-hal seperti itu? 

Tahu tidak kalau sebaris statement yang Anda pikir sepele, termasuk ke dalam ranah kekerasan berbasis gender khususnya jenis kekerasan fisik/emosional.

Mengapa saya serukan juga untuk ibu dosen? Terkadang tanpa sadar, si ibu dosen pun melontarkan pernyataan yang kurang lebih sama. 

"Lihat tuh, Pak (menyampaikan ke rekan dosen di sebelahnya), mbaknya yang itu saking cakep dan bohay-nya mirip artis yang itu ya".

Bukankah ia juga perempuan? Mengapa perasaannya tidak peka, malah turut mengekspos secara verbal?

Kekerasan Seksual di Kampus 


Universitas sebagai center of excellent, duta perubahan perilaku, dan tempat mencerdaskan kehidupan bangsa, sayangnya menjadi yang tertinggi dalam kekerasan seksual empat tahun terakhir ini.

grafik kekerasan seksual di kampus
Sumber data: Komnas Perempuan

Menurut slide Prof. Alimatul Qibtiyah, Ph.D, Ketua Sub Komisi pendidikan Komnas Perempuan, dalam webinar ke-17 Puspeka, "Kampus Merdeka dari Kekerasan Berbasis Gender", ditampilkan bahwa kekerasan seksual adalah:
Setiap perbuatan merendahkan dan/atau menyerang  terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau fungsi reproduksi seseorang dengan memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan, atau ketergantungan seseorang berdasarkan jenis kelamin yang dapat disertai dengan status sosial lainnya, yang berakibat atau dapat mengakibatkan penderitaan atau kesengsaraan fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik
Melawan kekerasan seksual di kampus memiliki sederet tantangan. Salah satunya adalah budaya kearifan moral.

Budaya "kearifan moral setiap sivitas"


Menurut Dr. Khairul Umam Noer, narasumber pertama webinar yang juga dosen UMJ, kampus memiliki masalah tersendiri terkait budaya kearifan moral setiap sivitas. 

Adanya anggapan bahwa semua dosen memiliki sejumlah kearifan moral untuk tidak melakukan kekerasan berbasis gender terutama kekerasan seksual. 

"Ah, mana mungkin dosen seperti itu"
"Kamunya kali yang kegenitan sama si bapak dosen"

Dosen diasumsikan punya moral yang tinggi untuk tidak melakukan tindak kekerasan seksual terhadap peserta didiknya di area kampus. 

Padahal, dosen juga berpeluang besar sebab ia bisa memanfaatkan kerentanan dan ketidaksetaraan statusnya sebagai dosen kepada peserta didik. Inilah yang dinamakan ketimpangan relasi kuasa.

Tidak bisa dimungkiri, faktanya ada dosen-dosen predator yang memahami sekali posisi lemah orang yang menjadi korbannya. 

5 Aksi Nyata Melawan Kekerasan Seksual di Kampus


Kekerasan seksual harus dilawan, agar tercipta 21 st century learning space, yaitu kampus yang nyaman, sehat, dan aman. 

Bagaimana aksi nyata melawan kekerasan seksual di kampus? 

Prof. Nizam, Dirjen Dikti Kemdikbud yang juga guru besar UGM memberikan 4 hal terkait aksi nyata melawan kekerasan seksuai di kampus, yaitu: CLLT.

1. Cegah

Edukasi seluruh civitas akademika kampus, tidak terbatas hanya kepada mahasiswa saja tetapi dosen dan tenaga kependidikan, dimulai pada saat penerimaan mahasiswa baru.

2. Lapor

Di area kampus terdapat SOP dan langkah-langkah yang bisa ditempuh jika mengalami kekerasan seksual, jelas proses penanganannya dan kepada siapa jika ingin melaporkan.

3. Lindungi

Melindungi, mendampingi pelapor dan penyintas, memberikan dukungan kesehatan dan psikologi.

3. Tindaklanjuti

Menindaklanjuti laporan yang masuk, ada kejelasan sanksi bagi pelaku untuk perbaikan ke depannya.




28 komentar untuk "4 Aksi Nyata Melawan Kekerasan Seksual Di Kampus"

  1. Yang sedihnya, laporan tentang pelecehan secara verbal, tidak terlalu ditanggapi dan masih dianggap bukan kasus berat hiks...
    Padahal....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ke depannya gak boleh gitu lagi Mbak Vi... Menurut Pak Dirjen Dikti, C-L-L-T, T-nya tindaklanjuti. Tiap kampus ada PSGA-nya. Berjejaring dengan lembaga² terkait seperti Biro Konseling dan Biro Bantuan Hukum.

      Hapus
  2. Aku gak kuliah mba. Tapi kekerasan seperti ini juga sering terjadi di bangku SMA.

    Teman daya dulu pernah mengalaminya mba.

    Tapi ada juga teman saya yg feminim (cowok). Apakah juga bisa dilaporkan? Dengan kategori kekerasan seperti ini Mba?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mas Afriant gak kuliah tetapi berpemikiran luas dan komunikatif orgnya... Malah ngalahin org yg kuliah deh hehe.

      Temennya yg bencong gitu ya? Case-nya gmn... Kl menurut paham inklusif siapapun jika menerima kekerasan dari siapapun terlepas jenis kelaminnya apa, wajib mendapatkan perlindungan, Mas

      Hapus
  3. Jadi sebenernya kekerasan seksual nggak harus berbentuk kekerasan fisik ya kak. Flirting-flirting dosen ke mahasiswi cantik pun termasuk salah satunya. Noted banget ini. Harus lebih saling menjaga sikap di semua elemen civitas akademika kampus.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau si mahasiswi merasa tindakan flirting² dosen itu menyerang harga diri dan kehormatannya, berarti mengakibatkan kesengsaraan psikis kan... Masuk kategori kekerasan seksual itu.

      Hapus
  4. Bener banget nih kak, kasus kekerasan berbasis gender masih sangat banyak terjadi di kampus. Apalagi pas ketemu dosen 'genit' ya ampun rasanya jijik banget. Makanya kita wajib banget melakukan CCLT ini ya kak

    BalasHapus
    Balasan
    1. CLLT ya.

      Sepakat, dosen yg seperti Dyah contohkan bisa disebut Dosen Predator

      Hapus
  5. Mantap kak, lingkungan pendidikan termasuk sekolah+kampus juga memang harus mengantisipasi adanya kekerasan gender. Dan sebagai pendidik maupun mahasiswa tentu saja harus tetap menjaga nama baik dan jangan kegenitan deh seperti pada point "budaya kearifan moral civitas akademik",

    BalasHapus
  6. Makanya budaya kearifan moral civitas yang sudah terlanjur melekat di benak kita mestinya pelan² diubah, Mas. Guru, dosen, pemuka agama juga punya peluang yang sama menjadi pelaku kekerasan berbasis gender khususnya kekerasan seksual ini.

    BalasHapus
  7. Waduh ngeri ya kalau tempat pendidikan elit seperti kampus masih saja ada kekerasan seksual. Tahapan lapor nih yang kadang masih ditakutkan para korban

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tertinggi malah ya berdasarkan data dari Komnas Perempuan di atas, Kak

      Hapus
  8. Kekerasan berbasis gender apalagi dilingkungan akademik sangat memprihatinkan ya semoga bisa diminimalisir.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di tiap kampus idealnya ada PSGA (Pusat Studi Gender dan Anak) untuk mendukung fungsi tindak lanjuti. Alhamdulillah kalau di kampus saya ada.

      Hapus
  9. Di kampus saya juga pernah terdengar isu kekerasan seksual tapi pada akhirnya tidak terekspos. Mungkin karena ada banyak faktor yang membuat kasus itu ditutupi, yang kasihan kan korbannya. Apalagi jika pelaku adalah orang yang punya jabatan tinggi di kampus. Tapi jangankan itu, kasus asusila yang dilakukan oleh mahasiswa saja ditutupi dengan segala macam cara oleh pihak kampus. Kita semua sepakat itu aib, tapi kalau tidak pernah ditindak dengan tepat, masalahnya tidak akan usai. Memang butuh aksi nyata seperti yang Mbak Mia tuliskan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut Pak Khairul Umam narsum di atas, ada 4 faktor penyebab kasus pada akhirnya tidak terekspos. Salah satunya budaya kearifan moral para sivitas. Kadung overestimate ama dosen.Trus nama baik kampus juga harus dijaga. Makasih komennya yaa Pak Doktor.

      Hapus
  10. Syukurlah sekarang sudah banyak perduli dengan aksi kekerasan seksual di kampus ya kak, gitulah kadang beliau-beliau ini merasa berkuasa, merasa yang diucapkan dan yang dilakukan bukan suatu kesalahan, hiks. Padahal secara psikis ya berasa dilecehkan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak, rasanya seperti secercah harapan jika Puspeka Kemendikbud mengangkat soal ini secara masif, bisa memicu perangkat di kampus-kampus agar aware dengan isu penting kekerasan berbasis gender khususnya kekerasan seksual

      Hapus
  11. Awam jadi teringat kasus yang terjadi di tempat kuliah awak dulu kak. Yang bikin sedih, terkadang ketika melapor ada pula panitera yang mencatat kasus ngomong
    "Alaaaah baru ngomong gitu aja dilaporin.. "

    Loh.. apa nunggu harus diperkosa dulu?

    Kadang ini yang buat korban males lapor kak

    BalasHapus
  12. Kadang kita memang harus lebih galak, dan tegas ya dalam melawan , kalau lapor kadang di cemooh atau malah dipermalukan lagi kita sebagai wanita memang 4 aksi ini harus benar2 diterapkan #optimasitwitter

    BalasHapus
  13. Yang bikin korban nggak mau lapor juga karna takut malu sama temen lainnya, dan juga sering dinormalisasi sama lingkungan..

    BalasHapus
  14. Pada beberapa kasus, kekerasan seksual yg terjadi di lingkungan sekolah/kampus, korban enggan melapor. Biasanya mereka takut malu jika apa yg telah menimpanya diketahui publik

    BalasHapus
  15. Prihatin sih. Korban kadang takut dan malu mau melapor. Kawan saya pernah mengalami juga, oleh pacarnya. Semoga awarenes kekerasan seksual di kampus dapat diterapkan di lingkungan kampus.

    BalasHapus
  16. duh ngeri2 sedap bahas ini kak. di satu sisi ya mgkn mereka kurang edukasi, tp kadang udh ngerti cuma takut :( intinya emg harus dikasi tau dr kecil ya kak, biar pas remaja gak penasaran dan akhirnya malah berlaku begitu :(

    BalasHapus
  17. Sering sih liat kejadian kayak gini dilakukan oleh dosen mereka. Padahal mereka panutan bagi semua peserta didiknya

    BalasHapus
  18. Astagfirullah baca artikel k mia aku jadi inget kejadian temenku puluhan tahun lalu waktu masih S1 k, pernah ada kejadian juga kekeresan seksual di dunia kampus, meski kejadiannya bukan di kampus. Semoga tidak pernah ada lagi kejadian menjijikkan apalagi dilakukan seorang pendidik.

    BalasHapus
  19. jadi inget dulu di deket fakultasku ada orang yang ngaku "gila" dan suka banget nunjukin kelaminnya mbaaaa. Suka takut dan sebel kalau harus pulang sore atau malam dan lewat sana :((

    BalasHapus
  20. tempat pendidikan harusnya jadi tempat ternyaman selain di rumah, krna ajustru lbh byk ngabisin waktu di sekolah atau kampus loh, miris bgt klo smpe masih ada pelecehan baik fisik maupun verbal

    BalasHapus

Pesan dimoderasi, terima kasih telah meninggalkan komentar yang santun. Sebab bisa jadi Anda dinilai dari komentar yang Anda ketikkan.