Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cara Menjadi Juara 1 Umum

Kukayuh sepeda mini merah semangka ini dengan ragu. Akankah ibu menerima hasil raporku dengan antusias. Mengapa bisa begini? Kuingat-ingat lagi masa-masa sebelum ujian kenaikan kelas. Aku belajar dengan rutin, persis seperti yang dianjurkan ibu. Aku sangat suka belajar. Penggila buku. Sepertinya masih saja kurang. Padahal ibu sudah membeberkan cara menjadi juara 1 umum kepadaku.

Aku sempat menguping waktu ibu berkomentar bangga pada temannya yang sedang datang ke rumah kami. "Si Mia itu... baru kemarin buku-bukunya dibagikan guru, hari ini udah tamat semua dibacanya. Sampai lupa makan anak itu."

"Taapii... kalau disuruh cuci piring, hmmh... susahnya minta ampun. Buku terus pegangannya." Aku tak tahu apakah bangga atau kesal karena tidak kubantu mencuci piring, hehe...

Target dari Ibu


juara 1 umum
Ilustrasi sepeda mini yang saya gunakan setiap hari ke sekolah

Akhirnya sampai juga di rumah kami yang asri. Tangan dingin ibu menyulap rumah yang sebelumnya hanya bebatuan gersang, menjadi hijau dan elok dipandang mata. Ada suplir yang menjuntai cantik, ada pohon palem yang tak boleh kami robek, hehe... nakal ya tangannya suka iseng menjahili tanaman hias. 

Ada bunga bougenville dengan bunganya yang berwarna warni. Di jalan menuju teras ada sejenis saint paula yang berwarna merah tua di sisi kiri dan kanan, menambah asri taman kecil kami. Tentunya ada bunga-bunga mawar aneka jenis dan warna. Merah, pink, dan putih.

Duuh... ibu romantis banget ya... pinter nanam mawar. Aku pernah mencoba menanam bunga ini di depan kamar kosku waktu kuliah di Jogja dulu. Membelinya pakai uang hasil memberi les privat, waktu membelinya kupilih yang kelopaknya lagi mekar-mekarnya. Ternyata salah, mestinya yang masih kuntum, jadi pas ibu datang, bunganya mekar.

Aku ingat, dulu belinya di penjual tanaman hias dadakan di bunderan UGM. Eh... tidak sampai seminggu kupelihara, bunganya layu dan tak berbunga lagi. Kecewanya aku... Padahal ketika itu ibu mau datang menengokku dari Medan. 

Gengsi tidak mau berkonsultasi sama ibu tentang bagaimana menanam dan merawat bunga mawar, waktu beliau datang aku dengan bangganya memamerkan mawar yang baru saja kubeli lagi. 

Apa komentarnya? "Ini pasti baru dibeli, kan... kamu kan gak bisa nanam bunga", hahaha... ketauan deh... Memang ya, seorang ibu pasti sangat hafal dengan anak-anaknya. Begitu pun di bidang pelajaran, tiap kami diberikan target untuk menjadi juara di kelas masing-masing.

Ketika Nilainya Sama

Sesampainya di rumah kusandarkan sepeda ke dinding luar rumah. Dengan mata yang awas kucermati kalau-kalau ibu keluar menyambutku. Ups... ternyata memang benar. Sepertinya ibu sudah lama menanti kepulanganku dari sekolah. 

Dulu, untuk mengambil rapor akhir tahun tak perlu orang tua yang datang ke sekolah. Aku masuk ke dalam rumah dengan langkah satu-satu. "Eeeh...udah pulang anak Ibu. Gimana rapornya?" 

Deg! Aku kaget, tak menyangka kalau ibu sudah di depanku dan siap membuka laporan berisi nilai-nilai itu. Aku pasrah. Terserahlah ibu mau bilang apa. Yang penting selama ini aku sudah berusaha semampuku.

"Alhamdulillah... juara 1 umum lagi. Gitu dong, anak Ayah dan Ibu. Pinteeer... gak sia-sia kan selama ini Ibu suruh belajar, gak apa-apalah gak bantuin Ibu di dapur kalau bisa mempertahankan juara seperti ini". Huffhh...leganya aku. "Tapi, Bu... nilainya sama dengan juara 2, si Shinta, rival sekelasku. Aku jujur menyampaikan kenyataan ini.

"Kata Bu Guru karena untuk beberapa mata pelajaran kami sama-sama meraih nilai yang tinggi, akhirnya diumumkan juara satunya ada dua orang. Aku dan Shinta.", jelasku dengan terburu-buru. Meski ketika dihitung total skor secara keseluruhan di angkatan kami, nilaiku yang tertinggi.

Aneh... ya, aneh sekali. Masa' sih dalam satu kelas ada dua orang yang nilainya sama persis. Soal kehadiran, aku tanpa absen sama sekali. Kerapian seragam, wuih... hasil setrikaan ibu tiada bandingannya, licin rapi dan wangi.

"Kan... apa Ibu bilang, memang kamu itu kalau belajar... bla... bla... bla..." omel ibu padaku yang langsung lari ke kamar tidur. Aku sudah menyangka pasti begini. Ibu sangat perfeksionis. Ia akan marah kalau anak-anaknya tidak bisa meraih nilai sempurna. Padahal baru sekali ini terjadi yang begini. Cuma nilai yang sama, juara 1 umum tetap di tanganku. Wah, apalagi kalau sampai rangkingku turun jadi rangking dua? Pasti aku tak berani pulang ke rumah.

Itulah ibuku. Ibu kami lima bersaudara. Tak hanya padaku ia bersikap tegas kalau soal meraih prestasi belajar. Pada Dila dan Kiki adikku yang nomor 3 dan 5 juga demikian. Alhamdulillah kami selalu langganan juara dari kelas 1 sampai dengan kelas 6 SD. Meski dari kelas 3-6 SD aku pindah ke SD lain karena orang tua pindah tugas.

Begitu terus sampai berlanjut di SMP dan SMA. Berkat motivasi yang tinggi dari seorang ibu hebat kami itu, dunia sekolahku tak pernah sepi dari prestasi. Namun saat aku menjadi ibu, cenderung tidak memaksakan anak-anak kami harus meraih ranking satu. Aku dan suami lebih menekankan agar anak mencintai proses belajarnya.

Kebetulan sekolah anak-anak tidak lagi memberlakukan perangkingan, sehingga anak dapat belajar tanpa tekanan. Andaikan saat sekolah dulu sekolah saya sudah menerapkan sistem pembelajaran tanpa ranking, pastinya lebih menyenangkan. Tak perlu ada persaingan, karena setiap anak adalah bintang. 

Allah SWT mengaruniakan macam-macam kecerdasan, tidak melulu kecerdasan secara kognitif akademik. Hal terpenting ketika saya menjadi pendidik, penguasaan softskill bagi siswa dan mahasiswa. Bagaimana adabnya ketika berhadapan dengan orang lain, penyelesaian masalah, dan kemampuan berpikir kreatif.

Namun, karena artikel ini saya posting ulang dalam rangka membenahi artikel lama, baiklah saya bagikan juga cara menjadi juara 1 umum di sekolah.

Cara Menjadi Juara 1 Umum 

Berdasarkan pengalaman saya saat sekolah dahulu, berikut cara menjadi juara 1 umum di sekolah, untuk semua tingkatan, baik SD, SMP, SMA, bahkan perguruan tinggi. Meski di universitas tidak bisa disamakan dengan sekolah menengah karena sistem pembelajarannya yang berbeda.

1. Ciptakan atmosfer orang-orang yang berprestasi

Teman-teman yang rajin belajar, selalu bersemangat menyambut tugas dari guru layak dijadikan kawan berdiskusi. Hindari teman-teman yang malas dan lebih banyak mengeluh jika guru memberikan tugas. Karena akan memengaruhi motivasi dan semangat kamu.

2. Miliki mata pelajaran unggulan

Kamu kurang menonjol di mata pelajaran Matematika? Tenang, tidak kiamat kok. Masih ada belasan pelajaran lainnya yang bisa kamu taklukkan. Seperti saya yang nilai berhitungnya 7-8 (tidak 10 atau nilai sempurna), namun kalau pelajaran Bahasa Indonesia, sudah pasti saya bintangnya. 

Kuasai pelajaran yang diujikan secara nasional terlebih untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negeri. Sehingga sedari duduk di bangku sekolah sudah mempersiapkan modal ilmiah berupa nilai mata pelajaran unggulan, mental yang kuat, dan siap untuk menyongsong ujian akhir.

3. Mengumpulkan tugas tepat waktu

Guru paling senang dengan siswa yang selalu mengumpulkan tugas-tugasnya tepat waktu. Selain menaati arahan dan bimbingan darinya, guru juga merasa pengajarannya dinilai efektif diserap oleh siswa. Poin inilah yang menjadi salah satu komponen penilaian guru dan menjadi cara menjadi juara 1 umum.

4. Belajar untuk persiapan ujian sejak jauh-jauh hari

Ayo... siapa yang suka belajar dengan SKS (Sistem Kebut Semalam)? Memplesetkan kepanjangan yang semestinya yaitu Sistem Kredit Semester di level perguruan tinggi, SKS yang dimaksud di sini belajarnya dadakan H-1 ujian.

Sebaiknya belajar untuk persiapan ujian sejak jauh-jauh hari, jangan mepet banget satu hari sebelum ujian. Pastinya materi pelajaran banyak sekali, sehingga jika dikebut semuanya di malam sebelum ujian, pastinya tidak optimal. Yang ada malah lelah dan bisa-bisa stres karena khawatir tidak dapat menguasai keseluruhan materi.

5. Sesuaikan profil kamu menjadi sang juara 1 umum

Jika kamu ingin menjadi juara 1 umum, ada baiknya mencocokkan profil diri memang layak menjadi siswa berprestasi secara akademik. Seorang yang juara tidak melakukan hal-hal yang dilarang seperti menyontek, bolos, telat datang ke sekolah, teledor dalam menyetorkan tugas, dan hal tidak pantas lainnya.

Kesimpulan

Cara menjadi juara 1 umum dari pengalaman saya waktu SD dulu yaitu, ciptakan atmosfer orang-orang yang berprestasi, miliki pelajaran yang unggul, mengumpulkan tugas tepat waktu, belajar untuk persiapan ujian sejak jauh-jauh hari, dan jangan lupa menyesuaikan profil kamu dengan sang juara 1 umum yang membanggakan kedua orang tua.

Demikian artikel saya kali ini, kenangan tentang masa-masa bagi raport saat SD dahulu dan cara menjadi juara 1 umum. Jika ada yang ingin kamu bagikan, silakan tinggalkan komentar di bawah ini ya, terima kasih.

Salam, 
juara 1 umum di SD












7 komentar untuk "Cara Menjadi Juara 1 Umum"

  1. Mba.. kita samaan de...

    Dulu pun aku males disuruh cuci piring, dan rajin membaca. semua kubaca... sampe merk toko orang di sepanjangan jalan pun ku baca hahahaha

    dan pas kos dulu pun aku beli mawar yang sedang mekar cantik warna putih, habis bunga yang cantik tu dah gak numbuh lagi bunganya....

    Dan aku juga sangat diharapkan untuk juara kelas pas sekolah.
    Tapi ke anak-anak aku juga gak memaksakan untuk juara. karena sekolah sekarang juga banyak yang gak menerapkan juara-juara.
    Anak senang belajar saja saya udah terharu. Dan lebih suka anak belajar apa yang dia senangi.

    Sukses terus ya mba Mia

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin yra, makasih buat kak vivi,, doa yang sama buat kak vivi dan anak2 yaa

      Hapus
  2. Untung nya sekolah rahman tidak ada rengking2. Tapi sekolah sepupunya masih pakai rengking. Kalau ujing nya nanya rahman rengking berapa dan di jawab nggak ada rengking ujing, ujing nya komen kurang bagus lah itu sekolah nya. Kalau fatir rengking ..... Sampai rumah rahman jadi nanya rahman mau nanya mama lah rahman rengking berapa. Hahahhahaha anak kelas 1sd belum paham rengking

    BalasHapus
  3. Kak Mia, dari beberapa orang yang berprestasi masa sekolahnya saya sering merasa ketika orang tersebut jadi ibu, dia akan lebih fair kepada anaknya. Tidak memaksakan kejayaannya harus diulang oleh anaknya.
    Saat ini pun saya hanya mengamati saja, apa keunggulan anak-anak. Tidak memaksa mereka harus unggul di semua bidang.

    BalasHapus
  4. Didikan orang tua jaman dulu walaupun kelihatannya keras tapi itu memang yg terbaik utk anak2nya ya kan kak :)

    BalasHapus
  5. Wah ternyata dari dulu sudah ada bibit-bibit cerdasnya ya kak Mia. Pantas ajalah jadi dosen idola. Dua jempol deh

    BalasHapus
  6. dulu awak punya teman kk, dia juara 1 aku juara 2 nya, susah banget geser dia haha, itu pas SD, pas masuk kelas 3 Aliyah mindset target juara 1 berubah, yg penting lulus aja udah haha, soalnya aku masuk jurusan IPA yg mana para juara ngumpul disana wkwkw

    BalasHapus

Pesan dimoderasi, terima kasih telah meninggalkan komentar yang santun. Sebab bisa jadi Anda dinilai dari komentar yang Anda ketikkan.