Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Yakin Masih Minat Menerbitkan Buku?

Sumber foto: Google
Judul di atas sengaja dibuat bertanya. Mempersoalkan tujuan dari orang yang memiliki hobi menulis atau ingin disebut sebagai penulis. Meninjau ulang keyakinan mereka, benar-benarkah ingin menerbitkan buku. Bisa jadi ini juga sebuah pertanyaan retoris.

Di era perkembangan ICT sekarang ini, mahasiswa dimanjakan dengan berbagai tayangan visual. Tontonan televisi, layar monitor komputer/laptop, situs berbagi video seperti YouTube dan media sosial. Di ruang-ruang kuliah, mahasiswa juga menerima transformasi materi dari dosen, berupa tayangan slide power point.

Dosen berusaha membuat tampilan power point semenarik mungkin. Ippho Santosa dalam bukunya, 13 Wasiat Terlarang: Dahsyat dengan Otak Kanan mengatakan, tujuan visual yang sarat dengan warna, tak lain adalah untuk mengukuhkan pesan, mengencerkan pengingatan, dan membunuh kejenuhan audiens.

Lebih atraktif dari sekadar tampilan power point, terdapat gambar berwarna-warni di medsos. Bertebaran ribuan foto, video-video di YouTube dan Facebook. Semuanya bertujuan menyampaikan pesan. Sebagaimana yang jauh-jauh hari telah dinyatakan Konfusius, filosof Tiongkok, "sebuah gambar setara nilainya dengan seribu kata".

Meminjam istilah "disruption" atau disrupsi Prof Rhenald Kasali, wajar jika dipertanyakan, apakah buku fisik kedepannya tidak terkena efek domino dari disrupsi yang mulai melanda di berbagai bidang? Lihat saja toko offline vs toko online, taksi konvensional vs taksi online, ojek pangkalan vs ojol, buku fisik vs ebook. Bahkan ada ebook dibagikan gratis pula.

Catatan singkat ini tidak sedang menambah galau para penulis yang berharap bukunya segera ludes terjual. Tapi sekadar ikut memikirkan, di masa depan penulis mesti kreatif mengikuti perkembangan zaman. Tentunya harus ada kreativitas dan inovasi yang dimulai hari ini. Tidak efektif bila masih saja berkutat dengan cara-cara masa lalu.

Tidak bisa melulu menyalahkan rendahnya minat baca mahasiswa saat ini. Meski mereka tak kelihatan membaca buku pegangan, siapa tahu ternyata mereka belajar yang lain secara visual. Tentunya yang lebih 'eye catching' dibandingkan dengan kumpulan paragraf demi paragraf bernama buku. Puluhan ribu karakter yang bisa jadi lambat laun dianggap membosankan. Jadi bagaimana, yakin masih ingin menerbitkan buku?

Salam literasi




Posting Komentar untuk "Yakin Masih Minat Menerbitkan Buku?"