Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Catatan Dari Seminar Parenting Kang Sob

Sumber foto: Facebook fanpage Muhammad Sobirin

Rabu, 28 Maret 2018 kemarin saya mengikuti seminar parenting di CNI Hall, Medan. Rasanya sudah lama tidak mengikuti acara sejenis di luar bidang yang menjadi pekerjaan saat ini secara offline.

Saya memang senang meng-update ilmu kepengasuhan anak, namun belakangan ini karena keterbatasan waktu, saya hanya bisa belajar secara online.

Kondisi LDR dengan suami mengharuskan akhir pekan kami tak bisa diisi dengan apapun selain quality time bersama. Putri sulung yang sedang belajar di pesantren pun seakan meminta haknya untuk kami kunjungi di tiap weekend.

Kebetulan Rabu kemarin tidak ada jadwal di kampus berhubung pascakedatangan asessor dan pengawasan UTS telah selesai. Maka dengan bersemangat saya memutuskan ikut seminar dengan berbekal sharing info dari WA seorang panitianya.

Bayangkan betapa sumringahnya saya berada di sana. Setelah beberapa kali melewatkan seminar parenting yang bagus-bagus beberapa waktu lalu. Ibu Septi Peni Wulandani, Bunda Elly Risman dan Ayah Edy. 

Saat suami keberatan hari liburnya saya pakai untuk berseminar, meskipun saya mengajaknya ikut serta juga, saya tidak berani tetap berangkat dengan risiko tanpa ridhanya. Maka bisa ditebak, aktivitas saya berikutnya adalah browsing tentang parenting ala mereka.

Kali ini saya mencatat seluruh materi yang disampaikan Kang Sob, demikian pembicara ingin disapa audiensnya. Namanya Muhammad Sobirin, M.Pd. kandidat doktor dari Ubinus. 

Dilihat dari CV beliau yang dibacakan moderator, Pak Guru Fachriza, concern-nya menjadi praktisi pendidikan anak, dan segala hal mengenai pengasuhan anak, sangatlah baik. Lama berpengalaman menjadi guru dan kepala SDIT, saat ini Kang Sob selaku pimpinan pusat Indonesia Juara Foundation. 

Setelah acara dibuka dengan ice breaking ala Kang Sob, seminar bertema "Sinergisme Pengasuhan Dan Pendidikan Anak Di Rumah Dan Di Sekolah Pada Zaman Now" ini dimulai dengan tiga kerangka sub tema. Pertama, yakin, kedua, memantaskan diri, dan yang ketiga adalah siap menerima hasil.

Dalam Al Quran Surah Al Mulk ayat 2 disebutkan:"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun."
Dalam ayat di atas disebutkan bahwa Allah SWT menguji kita untuk mengetahui siapa yang paling baik amalnya. 

Maka selayaknya saat kita sudah menjadi orang tua, jadilah orang tua yang hebat dan berkualitas. Hidup hanya sekali, jadi orang tua itu tidak lama. Maka jangan jadi orang tua yang biasa-biasa saja.

Kang Sob memutar video ibu yang marah-marah, anaknya pun ikut ngamuk-ngamuk. Ayahnya melempar botol bekas minuman, anak laki-lakinya melakukan hal yang sama pula. 

Kesimpulannya, anak meniru tingkah laku orang tuanya. Bagaimana kelakuan ayah ibunya, demikian juga anak-anaknya. Sebab buah hati adalah sang peniru ulung. Anak mengimitasi orang tuanya. Hati-hati bertingkah laku di depan anak.

Rumusnya, yang dilihat lebih berpengaruh dari yang didengar. Pendidikan adalah keteladanan. Bagaimana menyuruh anak agar mau mendirikan shalat, misalnya. Bukan hanya memerintah tetapi mengajak. 

Bukan "cepat shalat, Nak." Tetapi "yuk kita shalat, Sayang." Otak bisa diperintah asalkan bisa dikendalikan. Dan hanya satu perintah. Jangan lebih dari satu karena bisa jadi perintah lebih dari satu, maka tidak satu pun yang berhasil dikerjakan anak.

Dalam pengasuhan sebisa mungkin kurangi kata "jangan". 

"Jangan nakal, ya, Nak."
"Jangan nakal, ya, Nak."
"Jangan nakal, ya, Nak."
Yang terdengar adalah, "Nakallah, Nak". Tiga kali pula. Penggunaan kata "jangan" bukan haram tapi dikurangi dan diganti dengan kata yang lebih positif dan spesifik.

Tak cukup hanya mengatakan, "jadi anak baik ya, Nak." Lebih dikhususkan lagi, "bangunnya pagi ya, Nak" 
Tidak disarankan kata-kata seperti ini,"jangan bangun siang" karena nanti malah yang menempel di benak anak adalah "bangun siang"-nya.

Bagi yang berprofesi sebagai guru, dalam menghadapi anak didik, hilangkan kata-kata sulit dan tidak bisa. Saat mendengar siswa mengeluhkan ketidakbisaannya, katakan,"coba dulu." Demikian juga pada anak-anak kita di rumah. Tumbuhkan optimisme pada anak.

Kata-kata semangat dari Kang Sob, 

HIDUPKU SINGKAT
TUGASKU BANYAK
ASALKU SURGA
KEMBALI KE SURGA

Jadi kalau kelak ada yang masuk neraka, berarti dia salah mudik. Sebab orang-orang yang memahami bahwa kampung asal manusia adalah di surga, tentunya ia akan berusaha agar mampu meraih surga lagi.

Mendidik anak bukanlah tanggung jawab guru semata. Justru pendidikan anak dimulai dari orang tuanya, dari rumah. "Al ummu madrasatul ula", ibu adalah sekolah pertama. Sebab orang tua tidak mampu meng-handle keseluruhan proses pendidikan anaknya, maka orang tua menitipkannya ke sekolah. 

Meski demikian harus ada komunikasi antara orang tua dengan guru mengenai perkembangan pendidikan anaknya. Jika ayah ibu tidak mau bekerjasama, guru dapat dengan mudah mengembalikan anak kepada orang tuanya. Jangan sampai terjadi yang demikian, maka di sinilah diperlukan sinergisme antara orang tua dengan guru.

Orang tua tentunya tidak ingin anaknya dikembalikan pihak sekolah karena sudah tak bisa ditangani lagi, ditambah orang tua cuek, enggan bekerjasama dengan guru.

Sesering mungkin tanyakan pada guru tentang peningkatan kemampuan anak. Usahakan setiap kali datang, berbicara dengan guru, lalu akhiri dengan kalimat,"sebaiknya apa yang saya lakukan di rumah, ya, Bu/Pak?"

Guru adalah profesi yang tidak bisa ditanggalkan. 24 jam melekat pada diri seseorang, sama seperti dokter. Pekerjaan guru banyak berkahnya dan dekat dengan surga sebab sarat dengan amal jariyah. Selayaknya menjadi guru yang sabar mendidik anak-anak di sekolah.

Macam-macam tipe orang tua:
Pertama, orang tua yang biasa-biasa saja.

Untuk mencontohkan orang tua yang baik, Kang Sob menayangkan film pendek tentang anak usia SMA yang diumumkan menjadi juara lomba blog. Saat tepuk tangan bergemuruh mengapresiasinya, tampak sang ibu meresponnya datar.

Bahkan saat si anak turun dari panggung, ibunya justru memarahi dan menyepelekan prestasinya dengan menyebutkan bahwa ia saat seusia putranya itu, lebih pintar lagi dalam mengarang.

Dari film di atas, dapat dilihat ciri-ciri orang tua yang biasa-biasa saja ada dua yaitu:
a. Hobinya marah-marah
b. Tidak menghargai anak

Tipe orang tua yang kedua, Kang Sob menayangkan video lainnya. Tampaknya sudah pernah wara-wiri di medsos. Tentang seorang ayah yang kesulitan menenangkan bayinya. Berulang kali mencoba merebahkan anaknya di dalam baby box. Beberapa kali pula anaknya bangkit lagi dan merengek.

Akhirnya ayah masuk ke dalam tempat tidur bayi dan tidur bersama putrinya. Badan ayah menjadi bantal tidur anaknya. Selang tigapuluh menit, ayah merasa pegal-pegal sebab harus meringkukkan tubuhnya di dalam baby box bersama anaknya. Perlahan-lahan ia mencoba bangun dengan mengangkat anaknya dari perut ayah yang menjadi sandarannya.

Namun usaha ayah gagal. Anak terbangun dan merengek kembali. Akhirnya harus tidur bersama-sama di dalam baby box. Mestinya si ayah tidak turut masuk, anak bisa digendong dan ditidurkan di luar baby box-nya.

Ciri-ciri orang tua yang baik, hanya mengandalkan sayang tetapi kurang ilmu dalam mengasuh anak-anaknya.

Tipe orang tua yang ketiga adalah orang tua yang hebat. Untuk menerangkannya Kang Sob memutar video yang sepertinya juga sudah viral di medsos.

Tampak di banner orang tua lansia sedang duduk berdua di sebuah taman dengan anak laki-lakinya yang sudah dewasa.

Sambil menikmati nyamannya suasana taman, sang ayah menunjuk seekor burung yang terbang ke sana ke mari di depan mereka. "Anakku, apa itu?" "Itu burung, Yah", jawab anaknya sambil matanya tak lepas dari koran yang dibacanya.

"Kalau itu, apa?", tanya ayahnya lagi. "Burung", jawab anaknya. "Yang itu apa, Nak?" "Ayah!! Bisa tidak Ayah mengerti kalau itu adalah burung!!" Si anak menutup korannya seraya membentak ayahnya. Ayahnya tak membalas teriakan anaknya, hanya saja ia pergi seperti ingin mengambil sesuatu.

"Baca ini, Nak. Baca yang keras." Ujar ayahnya sambil menyodorkan sebuah buku kepada anaknya. Si anak membacakan buku, dengan raut wajah bertanya-tanya.

"Usianya tiga tahun waktu itu. Kami duduk bersama-sama dan ia bertanya padaku tentang banyak hal. Setidaknya ia menanyakan tentang apa saja sebanyak 21 kali kepadaku dan aku dengan sabar menjawab dan menjelaskan padanya. Karena dia anakku... "

Belum selesai anaknya merampungkan bacaannya, ia menangis seraya memeluknya ayahnya yang sudah renta itu. "Maafkan aku, Ayah... maafkan... "
Si ayah menepuk-nepuk punggung anak tercintanya.

Pelajaran yang bisa diambil dari tayangan di atas, bahwa ciri-ciri orang tua yang hebat adalah tidak pernah berhenti mendidik anaknya.

Kapanpun, meski anaknya telah berumah tangga, sudah dewasa. Ia tak pernah lelah mengajarkan sesuatu yang bermanfaat untuk anaknya.

YAKIN, bahwa sinergisme antara orang tua yang hebat dan guru yang hebat akan melahirkan kerjasama yang hebat pula yaitu pengasuhan yang hebat.

Jangan sampai anak mengalami "split personality". Di sekolah ia berlaku baik namun saat di rumah ia berperilaku sebaliknya.

SALAM KELUARGA JUARA
SAYA ADALAH ORANG TUA JUARA
ANAK SAYA ADALAH ANAK JUARA
GURUNYA ANAK SAYA ADALAH GURU JUARA
SEKOLAH ANAK SAYA ADALAH SEKOLAH JUARA

Setelah YAKIN, berikutnya adalah MEMANTASKAN DIRI.

Ada macam-macam tipe rumah.
1. Rumah seperti kuburan
2. Rumah seperti pasar
3. Rumah seperti ring tinju
4. Rumah seperti masjid
5. Rumah seperti sekolah

Jadikanlah rumah seperti sekolah. Ada kurikulum, terdapat tempat belajar, ruang beristirahat, ada juga mushala. Tiap anggota keluarga siap untuk belajar. Maka menjadi keluarga pembelajar.

Asas utama pengasuhan:
MASUKLAH KITA KE DUNIA MEREKA
BAWALAH MEREKA KE DUNIA KITA
HANTARKAN DUNIA KITA KE DUNIA MEREKA.

Saat menyuruh anak untuk mandi. Sementara anak sedang asyik dengan mainannya, misalnya bermain congklak. Ibu sedang menyetrika. Bagaimana cara ibu memintanya mandi?

Beragam jawaban terlontar dari peserta seminar. Ada yang langsung menyiramkan selang air ke badan anak. Lupa bahwa ibu sedang menyetrika pakaian. Ada yang menyuruh-nyuruh terus sambil tetap dengan kegiatannya.

Ada yang menunggu ayahnya pulang untuk menyuruh anaknya mandi. Jawaban yang benar adalah, ibu menghentikan sebentar aktivitas setrikaannya.

Ikut main congklak dengan anak. Tapi mesti ada rule-nya. Misalnya jika anak yang menang, hadiahnya mandi.

Jika yang kalah disuruh mandi berarti mandi sebagai hukuman. Namun jika yang menang diminta mandi berarti mandi sebagai hadiah.

Biasakan mandi sebagai kegiatan yang menyenangkan, bukan sebaliknya. Asas utama pengasuhan, harus ada aturannya. Ada 'rule of the game'.

Orang tua jangan sampai terjebak di dunia anak. Karena keasyikan main bersama, lupa pada misi awalnya, menyuruh mandi. Pada contoh di atas, ibu masih memiliki tugas menyetrika yang harus diselesaikan.

Karena keterbatasan waktu, Kang Sob menayangkan slide-slide tentang bahaya penggunaan gadget pada anak usia dini, sambil menjelaskannya secara sekilas.

Pada usia berapa anak diperkenalkan pada gadget? Berdasarkan hasil penelitian Asosiasi Dokter Anak Se-Amerika Serikat dan Kanada, usia 0-2 tahun tidak diperkenankan memakai gadget. Usia 3-5 tahun, itu pun hanya boleh satu jam saja per hari. Usia 6-18 tahun, 2 jam per hari.

Bahaya penggunaan gadget pada anak, radiasi, adiksi/kecanduan, terganggunya pertumbuhan otak, terhambatnya pertumbuhan fisik, obesitas, penyakit mental, anak mudah tantrum, malas belajar, terlalu cepat dewasa (baligh dini), menjadi generasi instan, terpapar pornografi.

Sebisa mungkin orang tua memberi teladan penggunaan gadget pada anaknya. Patut ditiru gerakan orang tua tanpa gadget yang digaungkan oleh Abah Ihsan.

Gerakan 1821, mulai pukul 18 sampai dengan 21 tanpa gadget. Sebelum segalanya terlambat dan orang tua yang menanggung deritanya. Sibukkan anak-anak dengan kegiatan positif.

Sumber gambar: Dok. Pribadi
Sepuluh prinsip pengasuhan anak juara:
1. Setiap anak itu unik
2. Segalanya berbicara
3. Segalanya bertujuan
4. Lakukan baru mengajak
5. Boleh saja berbeda
6. Boleh saja membuat kesalahan
7. Boleh saja membuat emosi negatif
8. Boleh saja menginginkan lebih banyak
9. Boleh saja berkata tidak, tapi ingat ayah dan ibu adalah bos dalam keluarga
10. Tidak ada orang tua yang ahli, yang ada adalah orang tua yang belajar

Poin kelima, contohnya pada saat pemilihan sekolah.
Sekolah dasar, 100% orang tua yang memilihkan
SMP, 75% orang tua, 25% menanyakan pendapat anak
SMA, 50%: 50%
Perguruan Tinggi: 25% orang tua, 75% anak.

Jangan terbalik, pada saat memilihkan kampus, orang tua malah memaksakan kehendaknya agar anak kuliah di universitas tertentu. Ingat poin kedua, segalanya berbicara. Semuanya dikomunikasikan.

Outline terakhir dari kunci sinergisme pengasuhan orang tua dan guru adalah: SIAP DENGAN HASIL.

Orang tua harus siap menerima apapun hasil dari segala ikhtiar yang telah dilakukan dalam mengusahakan pengasuhan yang hebat bagi buah hatinya.

Syukur dan sabar
Jika anak-anak tumbuh menjadi anak yang sesuai dengan harapan ayah dan ibunya, bersyukurlah. Namun jika tidak sesuai impian sementara segala ikhtiar telah dioptimalkan, bersabarlah.

Mungkin Allah memiliki rencana yang lebih baik lagi untuk anak kita. Anak-anak adalah kepunyaan Allah. Tugas orang tua mendidiknya dengan hebat dan jangan lupa untuk selalu mendoakanya.

Seminar ditutup dengan ajakan dari Kang Sob untuk menghadirkan wajah anak masing-masing di benak orang tua. Membayangkan betapa anak-anak itu adalah amanah dari Allah untuk kita sebagai orang tuanya. Dan tidak setiap pasangan diberi kesempatan mengasuh anak-anaknya sendiri.

Sudah sepantasnyalah kita mengasuh dan mendidik mereka sebaik-baiknya. Karena baik-buruk dan masuk surga-nerakanya mereka tergantung pendidikan yang kita berikan. Bahkan mereka pun bisa menarik kita orang tuanya ke dalam neraka.

Sehebat apapun teknik parenting, itu hanya teknik. Kesungguhan orang tua untuk memberikan pengasuhan dan pendidikan yang terbaiklah yang akan menentukannya.

SELESAI
Sumber foto: Dok. Pribadi
(Seminar Parenting bersama Kang Sob)








Posting Komentar untuk "Catatan Dari Seminar Parenting Kang Sob"