Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kemampuan Menilai Karakter Orang, Perlukah?

Apa itu karakter?

"Aku pandai menilai karakter seseorang," kata Shim Cheong sebelum menutup pintu kecil kamar lotengnya pada Jun Jae. 

"Saat pertama kali bertemu denganmu aku tahu kau pria yang baik." sambungnya lagi. Heo Jun Jae tersenyum sekaligus heran mendengarnya.

Petikan dialog di atas pasti tak asing bagi pecinta drama Korea, yang diperankan Jun Ji Hyun (Shim Cheong, sang putri duyung) dan Lee Min Ho (Heo Jun Jae) yang berjudul Legend of The Blue Sea 2017 silam.

menilai karakter orang
Tribunnews
Sebenarnya apa yang dimaksud dengan karakter? Karakter berasal dari bahasa Yunani "kharakter" yang berarti melekat erat pada sebuah batang pohon.

Menurut KBBI, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain; tabiat, watak. Kemdikbud memiliki situs khusus untuk karakter ini, cerdas berkarakter. 

Penguatan pendidikan karakter adalah milik kita semua, demikian yang tertulis di sana. Gerakan pendidikan di sekolah merupakan upaya memperkuat karakter peserta didik dengan mengembalikan marwah pendidikan  berasas Ki Hajar Dewantara. 

Asas itu dikenal sebagai olah hati, olah rasa, olah karsa, dan olah raga. Dukungan publik dibutuhkan guna menambah proses kualitas pendidikan karakter yang lebih baik. 

Keterlibatan orang tua, sekolah, dan masyarakat menjadi sangat penting karena merupakan tanggung jawab kita semua.

Para penilai yang baik

Dilansir di situs BBC, menurut para psikolog, orang-orang yang memiliki kemampuan menilai karakter orang disebut sebagai penilai yang baik. Selama lebih dari seratus tahun, psikolog meneliti mengenai topik ini dan berusaha menjawab pertanyaan apakah para penilai yang baik ini memang benar-benar ada. Uniknya kesimpulan dari riset tersebut adalah mitos belaka.

Hal umum yang kerap dijumpai adalah sebagian dari kita cukup berbakat dalam menentukan karakter satu sama lain. Para peneliti di bidang ini bersikeras bahwa orang-orang yang memiliki kemampuan membaca karakter orang lain, tidak dimungkiri, memang ada.

Orang-orang yang berprofesi sebagai HRD, guru, dosen, mentor, fasilitator dan yang sejenisnya dalam interaksi kurun waktu tertentu mampu menilai karakter pelamar kerja, dan peserta didik. Seorang HRD atau penyeleksi calon pekerja, misalnya, dari sikap dan tata krama orang yang ditesnya bisa memeroleh gambaran singkat mengenai karakter si A. 

Saya sendiri 16 tahun bergelut di dunia pendidikan tinggi, sedikit banyak bisa mengetahui karakter mahasiswa. Dari pesan singkat yang dikirim, diksi saat menghubungi lewat telepon, apalagi saat bertemu dan berbicara secara face to face. Semuanya seakan memberikan informasi layaknya buku yang terbuka.

Saya pikir rekan guru juga demikian. Ibu saya yang pernah menjadi guru paruh waktu, pernah bercerita bahwa salah satu ilmu wajib yang harus dimiliki oleh seorang pendidik adalah ilmu jiwa. Sekilas ilmu jiwa ini adalah ilmu psikologi.

Namun ternyata ada perbedaan antara ilmu jiwa dan ilmu psikologi. Jiwa dan mental itu sifatnya abstrak, berbeda dengan ekspresi dari jiwa dan perasaan, itulah yang menjadi objek kajian ilmu psikologi, meneliti tingkah laku. 
 
Jadi ada pergeseran penelitian, dari mempelajari jiwa menjadi melakukan penelitian terhadap tingkah laku manusia.

Pengalaman menilai karakter orang

Sebenarnya kalau urusan nilai-menilai, kita tidak bisa mengatakan sesukanya bebas menilai orang lain, sebab jangan lupa, kita pun dinilai orang. Namun jika berurusan dengan profesi sehari-hari, bergaul dengan mahasiswa, rekan sejawat dan civitas akademika di kampus, ada sedikit pengalaman yang bisa dibagikan.
 
Secara formalnya, dalam peraturan akademik dimuat secara khusus mengenai aturan penilaian. Kurikulum berbasis KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) dan kurikulum MBKM (Merdeka Belajar - Kampus Merdeka) sama-sama menekankan penguatan pendidikan karakter.
 

Menilai karakter mahasiswa


Aspek penilaian untuk kepribadian mahasiswa meliputi:
  1. Kedisiplinan
  2. Penampilan
  3. Kesantunan
  4. Kemampuan bekerjasama
  5. Kemampuan berkomunikasi
  6. Komitmen
  7. Keteladanan
  8. Semangat
  9. Empati
  10. Tanggung jawab
Menilai sepuluh aspek di atas bukanlah perkara yang mudah. Apalagi jika hasilnya ditunggu hanya dalam waktu 3 hari dan objeknya ratusan orang. Butuh perenungan dan ketelitian agar tidak salah menerjemahkan penilaian kasat mata ke dalam skor 1-5.
 
karakter dan kepribadian
 
Seorang ibu dengan empat orang anak saya relatif sulit menilai karakter masing-masing anak-anaknya. Konon lagi mahasiswa yang jumlahnya banyak. Namun harus bisa, harus dituangkan ke dalam angka. 
 
Maka yang bermain di sini adalah feeling. Menilai berdasarkan perasaan dan olahan informasi selama berinteraksi dengan yang bersangkutan.

Karakter dan kepribadian

Samakah di antara karakter dengan kepribadian? Karakter merupakan kombinasi sifat-sifat yang dimiliki seseorang, yang melekat di dalam dirinya dan tidak mudah dihapus atau diubah. 
 
Sementara menurut Lickerman, kepribadian bersifat lebih menetap dan dipengaruhi oleh faktor keturunan. Berbeda dengan karakter yang bisa terbentuk dalam proses pembelajaran terhadap nilai dan kepercayaan.

Sepanjang pengamatan saya, mahasiswa yang menjadi relator (ketua kelas) biasanya yang dipandang memiliki kemampuan berkomunikasi dengan rekan-rekannya, sekaligus dengan para dosen. Selain itu dosen menilainya mampu bertanggung jawab dan bekerjasama dengan baik.
 
Contoh-contoh karakter yang biasa ditemui dalam kehidupan:
  1. pemarah
  2. penyabar
  3. ceria
  4. pemaaf
  5. tidak percaya diri
  6. bijaksana
  7. pendendam
  8. pengkhianat
  9. penyayang 
  10. penakut
  11. pembenci
  12. pemalas
  13. rajin
  14. sombong
  15. cuek
  16. penghina
  17. munafik
  18. jujur
  19. licik
  20. egois
  21. iri
  22. tamak
  23. setia
  24. buas
  25. jinak
  26. eksentrik
  27. hemat
  28. boros
  29. pelit
  30. ramah

Menilai karakter anak sendiri

Sebagai seorang ibu, saya menilai karakter anak-anak saya dengan mengamati mereka sembari mengasuhnya. Anak sulung penyabar, cuek, jujur, namun tidak ramah. Ia lebih suka menyendiri dengan pensil dan kertas gambarnya. Menghasilkan gambar manga bagaikan karya digital, padahal ia mengerjakan guratan demi guratan garisnya dengan manual.

Anak kedua karakternya juga cuek, jujur, namun sedikit boros. Belum bisa memegang uang dan kalaupun menabung tidak bertahan lama pasti langsung dibongkar. Berbeda dengan anak ketiga yang suka menyimpan sisa uang jajannya. 
 
Si adik memiliki karakter ceria, percaya diri, dan ramah sekali pada siapa saja. Bertolak belakang dengan kakak sulung dan abang nomor duanya.

Karakter si bungsu agak mirip dengan kakak ketiga. Ceria, ramah, malah menyapa duluan kalau ketemu, tidak pelit senyuman. Empat anak dengan karakter yang berbeda-beda. 
 
Meski karakter tidak mudah diubah tetapi ia bisa dipelajari dan karakter-karakter baik bisa diteladani, terutama dari orang tuanya sendiri.
 

Menilai karakter teman

Menilai karakter teman bisa dikatakan susah-susah gampang. Apalagi sejak tidak punya teman yang cukup dekat. Paling sebatas teman satu profesi, satu passion, tetangga, dan berbagai orang sejagad maya ini. 

Menurut saya menilai karakter orang diperlukan agar saat kita suatu waktu bergesekan  dengannya, kita tahu mengambil sikap. Meskipun sikap sebenarnya standar saja, tidak berlebihan, sewajarnya. Biasanya seseorang bisa diketahui karakternya dari hal-hal sederhana berikut:
  • caranya berkomentar
  • membalas pesan
  • mengatasi problem
  • sikapnya saat dilanda emosi
  • saat utangnya jatuh tempo
Manusia bukanlah makhluk yang sempurna. Sebaik-baiknya orang pasti ada dark side-nya. Sejahat-jahatnya orang pasti terdapat bright side dalam dirinya. Hanya saja yang tampak dari luar sisi mana yang lebih dominan dimunculkannya.

Itulah alasannya mengapa Rasulullah SAW diutus ke muka bumi, untuk memperbaiki akhlak manusia. Dari dominasi karakter jelek perlahan-lahan memiliki karakter baik. Bukan ingin menjadi malaikat, namun jangan sampai menjadi seburuk setan.

Kesimpulan

Kemampuan menilai karakter orang perlu atau tidak tergantung kebutuhannya. Jika untuk dijadikan pasangan hidup sampai maut memisahkan, menilai karakter si calon menjadi amat sangat perlu. Saat seleksi masuk kerja juga perlu menilai karakter calon karyawan. 

Peserta didik, anak-anak, dan teman-teman sendiri juga relatif perlu diketahui karakternya. Agar menjadi dasar bersikap dan bisa mengantisipasi jika terjadi gesekan dalam berinteraksi. Setidaknya tidak memperparah keadaan.

Salam,

kemampuan menilai karakter








9 komentar untuk "Kemampuan Menilai Karakter Orang, Perlukah?"

  1. Aku juga kesulitan membedakan antara karakter dengan kepribadian.
    Kalo kepribadian ini ada kemungkinan naik-turun berarti yaa...gak steady?

    BalasHapus
  2. Ga tau kenapa, Alfie merasa bisa menilai karakter atau sifat seseorang saat pertama ketemu. Ada signal di hati kalau bilang "nolak" artinya itu orang tak baik. Dan sering banget kejadian seperti itu.

    By the way, kakak bisa menilai karakter Alfie kagak? Japri dong karakter Alfie seperti apa. Hehehe

    BalasHapus
  3. Hampir setiap orang pasti memiliki kemampuan menilai karakter orang lain. Kalau saya pribadi, kesan saat pertama kali bertemu dengan orang baru biasanya sudah ada penilaian tertentu. Tapi ada yang cuek aja sih. Balik lagi, sejauh mana kepentingan kita dengan orang itu.

    BalasHapus
  4. Karakter itu seperti sesuatu yang melekat di diri ya.

    Kalo kepribadian itu bisa diubah dengan perlahan agar menjadi lebih baik.

    Pentingnya mempelajari ilmu mengenal karakter orang lain itu agar memudahkan muamalah. Selebihnya itu menjadi urusan pribadi saja kalo menurut shis.

    BalasHapus
  5. Biasanya pake feeling aja sih kak.
    Apalagi kalo ada orang mau ngutang 🤣🤣.
    Biasanya jitu tuh feeling-nya. Kalo orangnya payah bayar hutang, dalam hati seakan menolak meski pinjem cuma 200rb.

    BalasHapus
  6. Menilai karakter orang pas pertama kali bertemu bisa kadang kadang benar, kadang pula melesat yang ternyata setelah kita mengenalnya ada yang tak seperti perkiraan kita.

    BalasHapus
  7. Mba Mia tersayang, kita baru sekali bertemu. Bagaimana menurut mba Mia karakter saya?

    Untuk bocoran, saya ini termasuk kaum rebahan yang pemalas, suka iri, kadang penakut kadang pemberani, tergantung kondisi. 🙃🙃

    BalasHapus
  8. Saya sependapat dengan mbak Mia, kalau menilai karakter agar kita bisa menyikapi tindakan mereka, supaya tidak terjadi gesekan. Buat saya, untuk hal-hal yang krusial, seperti misal ketika hendak menjalin kerjasama dengan seseorang, yang perlu diperhatikan adalah mempertimbangkan logika dan insting.

    BalasHapus

Pesan dimoderasi, terima kasih telah meninggalkan komentar yang santun. Sebab bisa jadi Anda dinilai dari komentar yang Anda ketikkan.