Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Resensi Novel Kami Bukan Jongos Berdasi

Resensi Novel Kami Bukan Jongos Berdasi - Buku saya baca tahun lalu saat sedang intensnya Work from Home, ingin segera menuliskan resensinya namun seperti biasa ada saja kendalanya sehingga harus mengalah dengan postingan lainnya.

kami bukan jongos berdasi
Novel Kami Bukan Jongos Berdasi / Dokpri

Identitas Novel

Judul : Kami Bukan Jongos Berdasi
Nama pengarang: Jombang Santani Khairan atau JS Khairen
Tahun Terbit: 2019
Cetakan: I
Ketebalan: 409 halaman
Penerbit: Bukune
Harga: Rp. 84,000.-

Pertama kali membaca judulnya saya penasaran dengan tanda buka dan tutup kurung pada kata "bukan." Kami (Bukan) Jongos Berdasi. Persepsi saya, penulis ingin membagikan buah pikirannya bahwa anak-anak muda sepertinya tidak mau menjadi jongos berdasi selepas lulus kuliah. 

Namun terkadang kenyataan tak seindah yang diimpikan, akhirnya mau tidak mau karena kebutuhan hidup, mesti merelakan diri untuk sementara menjadi "buruh" terpelajar. Jongos artinya pelayan, pembantu, buruh, biasanya laki-laki, yang bisa digunakan dalam percakapan di zaman kolonial atau kerajaan zaman dahulu kala. 

Di zaman milenial sudah jarang yang menyebut pegawainya dengan sebutan jongos karena kata ini terlalu kasar, tidak humanis dan tidak populis lagi untuk dipakai orang-orang sekarang. Namun dalam karya sastra sah-sah saja menuliskan judul demikian. Untuk lebih dekat kepada makna yang sebenarnya.

Intisari Novel

Novel ini adalah serial dari novel JS Khairen sebelumnya. Kami Bukan Sarjana Kertas, dan setelah novel ini ada pula novel berikutnya yaitu Kami Bukan Generasi Bacot, dan Kami Bukan Fakir Asmara. Wah, menarik ya edisinya, kami bukan-kami bukan.

Novel ini berkisah tentang enam orang sahabat semasa kuliah di kampus UDEL yang mengarungi kehidupan sebenarnya bernama dunia kerja. Sania, Randi, Gala, Arko, Juwisa, dan Ogi yang sering disebut-sebut namun munculnya hampir di akhir novel.

Sania bekerja di bank namun juga menyalurkan hobinya sebagai penyanyi di kafe. Ayah dan ibunya penjual sayuran yang mendorong gerobak tiap pukul 3 pagi demi mencari sesuap nasi. 

Randi menjadi jurnalis di sebuah media, Randi diminta Juwisa mengajarinya cara menulis sebab Juwisa ingin pandai menulis deskripsi diri. Randi diam-diam masih mencintai Sania, mantan pacarnya.

Gala anak "sultan" yang tinggal di apartemen mewah, tetapi lucunya Gala ingin jadi guru SD, padahal ayahnya sudah menyiapkan Gala sebagai penerus bisnis keluarganya.

Arko keliling Eropa demi mengasah keahlian fotografinya, sewaktu-waktu ia pulang ke Indonesia menemui sahabat-sahabatnya. Namun Arko ini kadang tidak percaya diri dengan hasil karyanya.

Ogi, yang hampir selalu ada dalam percakapan teman-temannya, si mahasiswa DO yang menjadi pebisnis di Amerika Serikat. Tampaknya saat kuliah dulu Ogi menjadi perhatian teman-teman sekelas karena suka membanyol.

Novel ini sarat kata-kata bijak yang saya tandai, salah satunya bahkan saya posting di Instagram, berikut quote bagusnya:


Terasa sekali perjuangan memperoleh pekerjaan setelah lulus kuliah itu luar biasa lelahnya. Namun mereka tidak menyerah. Sebab jika upaya tidak dikeraskan alhasil jadi pengangguran dan tetap menjadi beban orang tua. 

Kecuali si anak orang kaya namun tidak sombong, Gala. Dia yang tinggal melanjutkan  gurita bisnis papanya malah memilih jalan jadi guru anak-anak berseragam putih-merah, yang secara finansial kalah jauh dari perusahaan orang tuanya. Namun itulah passion, ia tidak bisa digantikan dengan melimpahnya uang sekalipun.

Unik sekali kehidupan masing-masing mereka. Ada pula Juwisa yang mendapatkan julukan si ubin masjid, selalu adem melihatnya, bicaranya juga santun. Namun ia pun memiliki permasalahan sendiri. 

Belitan kesulitan ekonomi tak membuat cita-citanya ingin melanjutkan studi di luar negeri terempas. Juwisa menjadi pemburu beasiswa, namun nasib mengantarkannya ke jalan lain, ia lulus CPNS dan menunda keinginannya untuk kuliah lagi. 

Kabar Juwisa lulus jadi pegawai negeri sangat membanggakan ayahnya, yang demi kuliah Juwisa sampai rela jadi tukang ojek online. Bahkan warga sekampung turut bangga akan keberhasilan Juwisa, yang untuk kuliah harus menyeberang pulau.

Saya tidak setuju saat penulis membuat Juwisa kecelakaan motor dan akhirnya kehilangan kakinya. Juwisa hanya duduk di kursi roda, mana mungkin orang sepertinya bisa bekerja di instansi pemerintahan yang membutuhkan mobilitas tinggi.

Selain mereka berenam, ada Lira, yang waktu mereka kuliah adalah dosen muda yang cantik. Ogi suka salah tingkah kalau diajar Bu Lira ini. Lira yang alumni kampus bonafit luar negeri ini pun punya dilema tersendiri. 

Papanya yang sudah sepuh tinggal sendirian di rumah sementara adiknya Cath sedang studi S2 dengan beasiswa. Ia sendiri pun belum menemukan jodoh di usia jelang 40 tahun.

Semuanya dihadapkan pada persoalan pribadi di dunia nyata, sangat berbeda dengan permasalahan yang ditemui di dunia kampus. Untuk itu perlu menyiapkan mental agar ketika terjun ke dunia yang sebenarnya, tetap bertahan dan mampu eksis dalam menjalani kehidupan.

Kelebihan dan Kekurangan Novel Ini

Kelebihan

Pastinya, keberadaan novel Kami Bukan Jongos Berdasi ini memperkaya khasanah bacaan anak muda di nusantara. Novel ini bergenre fiksi metropop, karya sastra yang mengangkat cerita tentang masyarakat urban menengah dengan segala sisi kehidupannya.

Bahasa yang sederhana dan familier digunakan sehari-hari oleh pembaca juga menjadi poin lebih. JS Khairen mampu menciptakan tren sendiri dengan terbitknya 4 buku edisi KAMI BUKAN ini. Sebenarnya mau bilang ya benar kami jongos berdasi namun dikasih tanda kurung, artinya ada penolakan untuk jadi jongos selamanya. 

Kekurangan

Menurut saya karakter Ogi yang dari awal hingga akhir disenggol terus oleh teman-temannya, sebaiknya muncul di awal bab juga. Sehingga pembaca tidak terlalu penasaran sebenarnya siapa sih si Ogi ini. Justru pembaca lebih bisa masuk ke alam pikiran dan perasaan kelima tokoh lainnya plus bu dosen Lira dan adiknya, Cath.

Jongos berdasi yang dimaksudkan dalam novel ini juga abu-abu. Tidak menjurus ke salah satu profesi misalnya. Atau penulis sengaja membiarkannya agar pembaca menyimpulkan sendiri. Sebab selagi pekerjaan itu halal, dapat mendatangkan penghasilan, maka pekerjaan itu mulia. Jauh dari kata meminta-meminta dan menghalalkan segala cara demi dapat uang.

Kesimpulan

Resensi Novel Kami Bukang Jongos Berdasi yang saya tuliskan ini tentunya menggunakan sudut pandang saya pribadi setelah membaca novel ini. Masih terbentang luas kesempatan buat kamu untuk membuat pula resensi dari cara pandangmu sendiri. 

Yang pasti JS Khairen telah sukses menghidangkan untuk kita asam garam kehidupan pasca lulus kuliah yang wajib diketahui oleh siapa saja, pelajar, para mahasiswa, dosen, karyawan, PNS, bos di tempat kerja, bahkan pejabat sekalipun. Karena menyuarakan suara hati dan fakta-fakta di lapangan terkait sulitnya meraih penghidupan yang layak, sehingga harus merelakan diri menjadi jongos juga.

Salam, 
novelis JS Khairen




17 komentar untuk "Resensi Novel Kami Bukan Jongos Berdasi"

  1. Aku belum pernah baca karya beliau, Mbak Mia. Menarik banget seri2 yg lain judulnya menusuk yaaa. Aku pun penasaran saat td lihat gambar cover buku ini karena ada (bukan). Next, aku masukkan buku ini sbg whislist bacaan ah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya nih,, Mba Ella... seru ceritanya,, meski ada plot yang bolong sih menurutku, so far so good lah,,

      Hapus
  2. Kok naas bener nasib juwisa ini ya kak. Jadi kayak gak adil ya kan..
    Tapi ya begitulah. Tiap manusia pasti punya air mata masing-masing. Tapi yang pasti hanya kita yang sanggup menghadapinya. Karena kita lah yang dipilih.

    BalasHapus
  3. Kalau menurut saya, "jongos berdasi" yang dimaksudkan dalam novel ini jmemag general, jadi tidak spesifik ke salah satu profesi. Pokoknya semua profesi kantoran yang kelihatan bonafit, tapi aslinya malah jadi suruhan, dengan dilemanya masing-masing. Hehe ini pendapat saya setelah membaca sinopsis di artikel ini sih kak. Aslinya saya belum pernah baca buku ini (Hanya pernah baca buku JS Khairen yang Paspor2 something gitu, saya lupa judulnya, Paspor di kelas Professor kalau gak salah. Itupun kumpulan cerita dari yang lain juga)

    BalasHapus
  4. Kalau mengomentari bukunya, saya tentu belum bisa. Hehe pastinya sangat mengapresiasi bahwa itu karya yang keren.
    Hanya saja kalau soal pekerjaan, walau sifatnya pengabdian, selama halal dan adil, itu patut disyukuri. Soalnya saya sendiri bisa merasakan betapa sulitnya dapat pekerjaan.

    BalasHapus
  5. Iya jadi ikut penasaran sama pns yang kecelakaan dan harus menggunakan kursi roda, apakah lanjut kerja atau pensiun dini. Bibi saya PNS guru SD dan kena stroke akhirnya pakai kursi roda. Tapi akhirnya dinas p&k malah mempensiunkan dini ...

    BalasHapus
  6. Unik kalau baca judul serialnya, kami bukan...Sebuah satire ya, dikemas dengan realita kekinian. Saya suka baca review ala Mba Mia, Bisa terkupas luar dalam, baik kelebihan maupun kekurangan dari sudut pandang pribadi:)

    BalasHapus
  7. Saya setuju dengan kuotesnya, semua pekerjaan itu baik selama halal dan tidak meminta minta.. yang tidak baik itu yang dilarang.

    BalasHapus
  8. Jadi, makna judulnya dengan menggunakan kurung itu masih membingungkan ya, Mbak Mia?

    Btw, saya paling penasaran dengan Gala yang ingin jadi guru SD. Bagaimana ya akhirnya kehidupannya, dia kerja apa selain jadi guru?

    BalasHapus
  9. Saya suka sama kreatifitas pemberian judulnya.
    Yang kami bukan kami bukan itu mba...
    Saya sendiri jadi tertarik untuk membacan, hanya dengan mengetahui judulnya saja.

    BalasHapus
  10. Awalnnya mikir Tikus Berdasi, ternyata bukan. Hehehe

    Sebenernya dari judulnya saja bisa ditebak, ini novel bercerita tentang apa. Si penulis memiliki ide yang bagus menurut Alfie.

    Karakter Gala bisa ditiru deh. Mau mandiri tanpa usaha orangtua. Dan memilih mengajar anak SD.

    BalasHapus
  11. Kata jongos nampaknya negatif sekali ya kan, tapi sejauh yg awak liat ada sih kak kaum jongos berdasi itu dan condongnya ke arah penguasa gitu

    BalasHapus
  12. judulnya "berani" ya, keren sih, dari pemilihan judulnya aja udah 'nyentrik". Jadi penasaran nih pengen baca lengkapnya

    BalasHapus
  13. Aku tu pengikut JS Khairen di medsosnya, tapi belum pernah baca bukunya sama sekali. Menarik nih yang judul ini, keknya wajib baca.

    BalasHapus
  14. Jadi pengin baca karya JS Khairen. Ternyata selain buku ini ada seri lainnya, ya. Menarik judul-judulnya.

    BalasHapus
  15. Ahh ini emang bagus banget bukunya, aku juga udah baca mba beberapa tahun lalu lewat google play book ihihi

    BalasHapus
  16. Keren banget isi bukunyanya. Aku suka, judulnya juga udah bikin penasaran banget. Buku-buku kaya gini meluaskan wawasan ya Mbak

    BalasHapus

Pesan dimoderasi, terima kasih telah meninggalkan komentar yang santun. Sebab bisa jadi Anda dinilai dari komentar yang Anda ketikkan.