Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kerjasama Antarprofesi Meningkatkan Kualitas

Kerjasama antarprofesi tentunya tak asing lagi di zaman kolaborasi seperti sekarang ini. Lihat saja penelitian dan pengabdian masyarakat yang biasa dilakukan para dosen. Selalu diutamakan yang berlatarbelakang multidisipliner.

Menemukan dan mencari penyelesaian masalah melalui berbagai perspektif keilmuan akan memberikan hasil yang lebih baik. Ketimbang meniliknya dari hanya satu sudut pandang. Solusi yang akan disampaikan pun menjadi kaya dan menjawab seluruh problematika yang ada.

Jalan keluar dari masalah kekinian ideal melalui teori dan metodologi yang baru. Dan ini tidak bisa dipecahkan hanya dengan monodisiplin ilmu. Membutuhkan peran dari multidisiplin ilmu.

kerjasama antar profesi
Law1


Profesi yang dicita-citakan

Berbicara tentang profesi yang dicita-citakan. Sebagaimana anak-anak kecil sebaya saya di awal tahun 90-an, pastinya ingin jadi presiden, dokter, atau insinyur. Maklum, sebenarnya itu cuma merepetisi perkataan ibunya.

Si anak sendiri mungkin belum menyadari apa itu cita-cita, kapan mulai diperoleh, bagaimana cara menggapainya, dan sebagainya. 

Saya sendiri dulunya ingin jadi dokter juga. Apalagi ibu sering memberikan contoh kalau kakak sepupu (yang usianya terpaut 18 tahun dengan saya), berhasil masuk Fakultas Kedokteran PTN di kota kami. 

Tak lama lulus beliau sudah duduk menjadi dokter, cantik sekali mengenakan seragam putihnya.

Singkat cerita, menuruti saran ayah, saya masuk ke Fakultas Hukum universitas tertua dan ternama di Indonesia. Lulus kuliah dan mengikuti ujian calon hakim, saya mengalami kegagalan. Padahal sudah lulus di tahap ujian tulis dari 500 orang, saya termasuk ke 40 calon yang berhak lanjut ke tahap psikotes.

Dari psikotes yang diambil hanya 14 orang, sayangnya nama saya tidak termasuk di dalamnya. Sedih sekali tetapi saya menerimanya sebagai sebuah pelajaran. Pada saat pemberkasan waktu itu tahun 2003, ada satu syarat yang mengharuskan peserta seleksi sudah berusia 25 tahun. 

Waktu itu usia saya masih 21 tahun, fresh graduate. Saya tidak mengindahkan prasyarat tersebut, tetap melanjutkan pemberkasan. Wajar saja saya tidak keterima, mungkin itu salah satu penyebabnya.

Seorang hakim (meskipun begitu dinyatakan lulus tidak langsung pegang palu), masih jadi cakim dulu kurang lebih 2 tahun, mengikuti pendidikan cakim, barulah mendapatkan kepangkatan menjadi hakim. Itu pun belum saatnya menjadi ketua majels. 

Perlu bertahun-tahun lagi untuk sampai duduk di tengah diapit dua orang hakim anggota, lalu memegang palu sendiri. Hakim  itu profesi mulia yang pengembannya mesti orang yang berwibawa

Lho saya kok tahu persis? Karena ayah, adik saya, om, tante, juga berprofesi sebagai hakim. Bukan juga "darah biru" keluarga hakim, bukan. Karena hakim menjadi salah satu alternatif profesi yang dituju di samping profesi lainnya. 

Tidak mesti jadi hakim. Juga tidak mesti masuk fakultas hukum. Sebenarnya yang terjadi mengalir saja. The Power of Kebetulan. Kebetulan lagi hoki saat mereka ikut tes cakim, lulus. Buktinya saya tidak. 

Namun saya masih ingat saat ujian seleksi, ada salah satu pertanyaan esai yang meminta peserta mengurutkan ke bawah, 5 profesi yang paling ingin diiraih. Setelah hakim, saya menginput profesi dosen di nomor urut dua. 

Alhamdulillah meski tidak rezeki jadi hakim, saya lulus CPNS jadi dosen. Suatu hal yang tetap layak disyukuri. Ya, meskipun di zaman sekarang, anak-anak muda tidak lagi melirik profesi sebagai PNS. Saya setuju. Mestinya lahir lebih banyak wirausahawan dari negeri ini. 

Kerjasama antarakademisi dan praktisi

Akademisi seperti dosen dan peneliti yang biasa mengambil peran di kampus, memiliki hubungan timbal balik dengan kalangan praktisi atau profesional. 

Teoritisi memasok materi perkuliahan kepada para mahasiswa, melatih kemampuan berpikir ilmiah, menyelesaikan masalah secara sistematis, dan mengasah soft skill yang nantinya dibutuhkan di dunia kerja dan di tengah-tengah masyarakat.

Sementara kaum praktisi yang bertugas mempraktikkan ilmu yang didapat dari kampus. Kalangan profesional berpartisipasi memberikan kontribusi perkembangan ilmu pengetahuan di lapangan. 

Jika terjadi kesenjangan antara teori dan praktik, baik akademisi maupun praktisi juga sama-sama bertanggung jawab menjelaskannya. Melalui penelitian-penelitian, diseminasi, forum group discussion, maupun audiensi antara teoritisi dan praktisi. 

Jadi tidak benar jika di antara keduanya saling berseberangan, yang satu menyalahkan yang lain. Ada pula yang menganggap salah satunya lebih tinggi dibandingkan yang lain. Padahal membidangi content area yang sama.

Kerjasama antar kedua pihak ini, sangat dibutuhkan demi meningkatkan kualitas peserta didik. Kampus secara berkala pasti ada jadwal mengundang profesional untuk berbicara di ruang seminar dan di ruang-ruang kelas.

Demikian pula dunia praktik, senantiasa melibatkan ilmuwan, teoritis, dan ahli di bidang ilmu tertentu untuk menjadi saksi ahli atau yang memberikan keterangan ahli. 

Baik di suatu persidangan maupun dalam workshop, bimtek, pelatihan, dan peningkatan kemampuan karyawan. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas di bidang tersebut.

Pengalaman bekerjasama dengan profesi lain

Pengalaman saya pribadi bekerjasama dengan profesi lain, saat melakukan penelitian ke lapangan. Seperti tahun lalu saat memenangkan hibah penelitian internal, bersama rekan sejawat anggota penelitian, kami mewawancara hakim untuk kebutuhan data riset.

Selain kepada hakim, kami juga mengambil data dengan menginterviu jaksa di kejaksaan negeri. Dengan berbincang-bincang bersama mereka, kami mendapatkan insight dari lapangan. 

Tidak selamanya yang diajarkan di universitas itu bisa dilaksanakan dengan baik sesuai peraturan perundang-undangan. Banyak faktor memengaruhinya, sehingga dibutuhkan data, informasi, dan pendapat para praktisi dalam menangani suatu perkara, khususnya topik riset yang kami teliti.

Jadi kendati saya tidak berprofesi sebagai hakim pun, sepertinya saya akan terus berinteraksi dengan para penegak hukum ini. Bekerjasama untuk saling melengkapi ilmu pengetahuan. 

Tentunya saya dan rekan-rekan sejawat di fakultas hukum, mencetak para calon, hakim, advokat, konsultan hukum, dan juga ilmuwan.

Kerjasama lainnya berupa penandatanganan MoU antara fakultas hukum dengan pengadilan, kejaksaan, dan lembaga-lembaga lainnya, untuk menerima mahasiswa magang. 

Selain itu juga pelatihan advokat yang diadakan biro bantuan hukum kampus, juga melibatkan hakim, jaksa, pengacara, untuk memberikan pengalaman-pengalaman mereka berpraktik di lapangan.

kolaborasi dengan hakim


Kesimpulan

Kerjasama antarprofesi sangat penting untuk dilakukan sebab bisa meningkatkan kualitas pendidikan dan pekerjaan. Zaman sekarang adalah masanya berkolaborasi dengan berbagai disiplin ilmu. 

Jadi bukan saatnya lagi salah satu pihak menganggap kalangannyalah yang lebih hebat dari yang lain. Semuanya saling berkontribusi memajukan ilmu pengetahuan, untuk diteruskan ke generasi muda.

Bagaimana pendapat Anda? Silakan berkomentar di bawah ya. Terima kasih.

Salam,
kolaborasi antarprofesi



















19 komentar untuk "Kerjasama Antarprofesi Meningkatkan Kualitas"

  1. Biasanya kerja sama antar profesi menghasilkan terobosan yang out of the box.

    Apa cuma saya aja yang dari kecil gak punya cita-cita?? Wkwkwkwk

    BalasHapus
  2. elaborasi antar multidispliner ilmu memang akan memperkaya sudut pandang dan cara untuk memecahkan masalah. Dan elaborasi ini sudah dipakai diperusahaan2 besar seperti google Inc terhadap karyawan2nya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau elaborasi beda lagi Mas... Yang saya maksudkan kolaborasi atau kerja sama

      Hapus
  3. Bener juga ya. Zaman sekarang kolaborasi antar profesi menjadi sebuah keharusan yang penting. Mirip sama collab-nya para youtuber hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak Endah... Ahha aja yang yutuber femes kolab terus utk ningkatin kualitas kontennya ya

      Hapus
  4. Karena untuk menyelesaikan suatu kasus/masalah memang butuh beragam latar belakang profesi. Saling mengisi sesuai bidang kelimuannya masing-masing. Gak ada profesi yang paling sempurna dan lebih baik dari yang lain, semua bisa saling mendukung

    Iya khan, kakak?

    BalasHapus
  5. Kerjasama antar profesi emang lebih membuka wawasan ya. Kita jadi bisa lihat daei berbagai sudut pandnag

    BalasHapus
  6. Dulu aku cita-citanya jadi pramugari kak, terus terhalang tinggi dan mataku minus waktu SMP batal deh akhirnya tertarik di bidang ekonomi dan kuliah di ilmu ekonomi. Sekarang jadi bloger yang kerjasama mempromosikan brand hihi masih nyerempet lah ya

    BalasHapus
  7. Tentunya dengan berkolaborasi bisa saling melengkapi ya mbak. Zaman now emang pas nya berkolaborasi bukan berkompetisi... Mantap artikelnya

    BalasHapus
  8. Cerita mba,mengingatkan aku beberapa tahun silam. Mengambil gelar S. Pd sempat mengalami kesulitan mendapat pekerjaan tuk mengajar di sekolah, jadinya mencoba dipekerjaan lain diluar jalur tapi gak lama sih setelah mendapat panggilan kerja di SMA Swasta.
    Baru setelah menikah ikut suami dan sampai sekarang menjadi seorang blogger.

    BalasHapus
  9. Bener banget, kolaborasi dari berbagai disiplin ilmu kadang malah lebih meringankan pekerjaan kita. Dokter dan perawat misalnya heuheuu.
    Dulu pas kecil sempet pengen jadi dokter juga sih, meski akhirnya harus nyangsang di teknik wkwk

    BalasHapus
  10. Wah banyak yang jebolan Fakultas Hukum berarti ya di keluarga besar Mbak Mia...banyak hakimnya. Kalau Mbak Mia malah di atas hakim, karena mengajar mahasiswa yang nanti (diantaranya) bakal jadi hakim.

    Setuju jika kerjasama antarprofesi perlu, karena kolaborasi berbagai ilmu akan menjadikan negara ini makin maju

    BalasHapus
  11. Bersyukur sekali mba Mia berhasil menjadi dosen. Walaupun saat ini sudah banyak generasi muda yang beralih haluan cita-cita (tidak lagi PNS), sebenarnya profesi ini adalah profesi yang masih diminati.

    Dosen itu punya sejumalah kelebihan sebagai sebuah profesi. Walau saya bukan dosen, tapi sering mendengar dari dosen saya dulu bahwa profesi tersebut paling strategis dalam banyak hal.

    BalasHapus
  12. Wah semoga banyak calon2 hakim yang berasal dari mahasiswa didikkan mbak Mia ya ..terutama untuk hakim perempuan nih mbak...karena katanya klo hakim perempuan tuh lebih bijak kalo menangani kasus2 hukum apalagi kasus hukum yang melibatkan korban perempuan dan anak

    BalasHapus
  13. Sepakat, bukan saatnya lagi antar profesi saling bersaing bahkan saling menjelekkan. Sudah saatnya saling berkolabirasi untuk memberikan yang terbaik bagi negeri

    BalasHapus
  14. Sama ih pengen jadi dokter, keren aja seragamnya. Tapi cita2 dokter saya cuma bertahan sampe SD mkwkkw. Aku takjuh banget sm mba yang background anak hukum, dan sepakat soal kolaborasi antar profesi, apapun itu, bisa memberikan hasil yang lebih baik

    BalasHapus
  15. Membaca artikel ini menambah pengetahuan saya tentang sudut pandang dari kacamata akademisi dan praktisi.

    Btw, Alhamdulillah cita cita menjadi dosen Mbak Mia tercapai dan bahkan mendapatkan kesempatan berkolaborasi dengan hakim untuk penelitian, yang mana hakim adalah cita cita awal.

    BalasHapus
  16. Wah senangnya bisa jadi dosen dan PNS lagi, Semoga ilmunya berkah mbak Mia. selalu mengispirasi lewat tulisan dan di bangku perkuliahan. Btw aku cita citanya pengen jadi guru PNS yang amanah. Hihihi. aamiinkan ya mbk.

    BalasHapus

Pesan dimoderasi, terima kasih telah meninggalkan komentar yang santun. Sebab bisa jadi Anda dinilai dari komentar yang Anda ketikkan.