Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Contoh-Contoh Penafsiran Hukum

Pada artikel macam-macam penafsiran hukum telah menuliskan cara menafsirkan ketentuan pasal dan asas hukum. Di artikel kali ini melanjutkan contoh-contoh penafsiran hukumnya. Sebelum masuk ke contoh-contoh penafsiran hukum, ada baiknya menyegarkan terlebih dahulu pengertian dari penafsiran hukum ini.

Pengertian Penafsiran Hukum

Penafsiran hukum atau dikenal juga dengan intepretasi hukum, adalah sebuah pendekatan pada penemuan hukum, dalam hal peraturannya ada tetapi tidak jelas untuk dapat diterapkan pada peristiwanya. 

Sebaliknya dapat terjadi juga hakim harus memeriksa dan mengadili perkara yang tidak ada peraturan khususnya. Di sini hakim menghadapi kekosongan atau ketidaklengkapan undang-undang yang harus diisi atau dilengkapi. Sebab hakim tidak boleh menolak dalam menerima perkara, mengadili, dan memutuskan dengan dalih tidak ada atau tidak sempurna hukumnya. 

Laju perkembangan dan perubahan masyarakat yang jauh mendahului perkembangan dan perubahan hukum menjadi suatu problematikan tersendiri bagi hukum. Sehingga diperlukanlah langkah untuk membuat penafsiran-penafsiran hukum dalam rangka mengisi celah kekurangan hukum sebelumnya.

Penafsiran merupakan kegiatan yang sangat penting dalam hukum. Penafsiran merupakan metode untuk memahami makna yang terkandung dalam teks-teks hukum untuk dipakai dalam menyelesaikan perkara atau mengambil keputusan atas hal-hal yang dihadapi secara konkret. 

Di samping itu dalam bidang hukum tertentu, hukum tata negara, misalnya, terdapat penafsiran oleh hakim yang disebut dengan judicial interpretation. Istilah lainnya penafsiran hukum mahkamah konstitusi.
penafsiran analogis
Dreamstime

Contoh-Contoh Penafsiran

Pada dua artikel sebelumnya, macam-macam penafsiran hukum yang telah dibahas adalah sebagai berikut:
  1. Penafsiran gramatikal
  2. Penafsiran sistematis
  3. Penafsiran sejarah (historis)
  4. Penafsiran teleologis (sosiologis)
  5. Penafsiran komparatif
  6. Penafsiran antisipatif
  7. Penafsiran restriktif
  8. Penafsiran ekstensif
  9. Penafsiran progresif
Maka lanjutan pembahasan dari contoh-contoh penafsiran kali ini adalah sebagai berikut:

Penafsiran Futuristis

Penafsiran futuristis adalah penafsrian hukum yang dilakukan dengan mengacu pada Rancangan Peraturan Perundang-undangan (RPP) yang akan diberlakukan di masa yang akan datang. 

Contohnya adalah penafsiran terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (atau biasa dikenal dengan UUPLH/ UU Lingkungan Hidup), dengan memperhatikan beberapa RPP dari kedua undang-undang yang akan diterbitkan.

Sebagai informasi, Undang-Undang Minerba terbaru adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba. 

Penafsiran Analogis

Penafsiran analogis adalah penafsiran yang dilakukan terhadap isi peraturan perundang-undangan yang memiliki kemiripan (analog) dengan perbuatan hukum, hubungan hukum, dan peristiwa hukum tertentu yang belum ada aturannya.

Kemudian, hasil penafsiran analogis tersebut akan diterapkan sebagai landasan hukum bagi perbuatan hukum, hubungan hukum, dan peristiwa hukum yang memiliki kesamaan tersebut. Jadi landasan hukum tersebut dibentuk melalui penafsiran analogis.

Dengan kata lain, pada penafsiran analogis, memberi tafsiran pada suatu peraturan perundang-undangan dengan mengibaratkan pada kata-kata tertentu sesuai dengan asas hukumnya, sehingga diperoleh suatu peristiwa yang sebenarnya. 

Pengertian ini juga ditemukan di dalam hukum Islam yaitu Qiyas, yang berarti menyamakan atau mengkiaskan. Dalam bahasa Indonesia lazim disebut kiasan, yang diartikan tidak pada arti sebenarnya. 

Contoh penafsiran analogis
Kata "mencuri" yang terdapat pada Pasal 362 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), adalah mengambil seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum. 

Lalu bagaimana jika ada orang yang menyambung aliran listrik dari rumah tetangga ke rumahnya? Apakah dikatakan ia mencuri aliran listrik? 

Menyambung aliran listrik dengan cara demikian dianggap sama saja dengan mengambil aliran listrik orang lain dengan maksud menerangi rumahnya secara melawan hukum, maka sama dengan mencuri listrik.

Contoh penafsiran analogis lainnya,
Pada Pasal 1576 KUH Perdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), dicantumkan bahwa:

"Dengan dijualnya barang yang disewa, suatu persewaan yang dibuat sebelumnya tidaklah diputuskan kecuali apabila ini telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barang."

Lantas bagaimana jika seseorang menghibahkan rumah miliknya kepada orang lain, sementara rumah tersebut masih dalam keadaan disewakan kepada orang lainnya.

Di sinilah dibutuhkan penafsiran analogis, hibah adalah perbuatan memberi, sama dengan perbuatan menukar, mewariskan, menjual, dan yang mirip-mirip dengan itu. Persamaannya adalah sama-sama bermaksud mengasingkan suatu benda. 

Sehingga hakim bisa menafsirkannya sama dengan perbuatan sewa menyewa, merujuk pada Pasal 1576 KUHPer juga. Bahwa perbuatan hibah, menukar, mewariskan dan menjual tidaklah memutuskan atau mengakhiri sewa menyewa.

Namun penerapan penafsiran analogis ini tidak berlaku pada ranah hukum pidana. Sebab penafsiran bidang hukum pidana menggunakan metode penafsiran ekstensif.

Penafsiran A Contrario

Penafsiran a contrario adalah penafsiran hukum yang dilakukan secara berlawanan untuk dapat mengetahui hukum yang berlaku. Contoh sederhana adalah logo atau siluet yang terpampang di pintu toilet perempuan menunjukkan bahwa kamar mandi tersebut diperuntukkan untuk wanita. 

Tanpa berpikir panjang, secara a contrario, telah jelas bahwa hukum yang berlaku bagi pria adalah dilarang memasukinya. 

Contoh penafsiran a contrario lainnya,
Pasal 330 KUHPerdata:
"Seseorang dianggap sudah dewasa jika sudah berusia 21 tahun atau sudah pernah menikah."

Maka jika ditafsirkan secara a contrario, seseorang yang berusia 16 tahun dan belum pernah menikah adalah orang yang belum dewasa. 

Contoh lain,

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan menyatakan bahwa setiap kegiatan usaha perikanan wajib memiliki izin. Maka secara an contrario, undang-undang tersebut menetapkan larangan untuk melakukan kegiatan perikanan tanpa izin.

Kesimpulan

Terdapat banyak sekali contoh-contoh penafsiran hukum yang bisa kita pelajari. Salah satunya contoh-contoh tentang penafsiran hukum futuristis, penafsiran analogis, dan penafsiran a contrario sebagaimana dijelaskan di atas. 

Jika ada yang butuh didiskusikan, silakan meninggalkan pertanyaan atau pandangan lain di kolom komentar ya. Terima kasih.

Salam, 
contoh-contoh penafsiran menurut Nurhilmiyah







Referensi:

https://ojs.uniska-bjm.ac.id/index.php/aldli/article/view/196/189
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh/article/view/10462/8335
http://www.apbi-icma.org/news/3152/undang-undang-no-3-tahun-2020-tentang-perubahan-uu-no-4-tahun-2009


9 komentar untuk "Contoh-Contoh Penafsiran Hukum"

  1. Butuh kompetensi khusus memang ya dalam menafsirkan hukum. Baca contoh-contoh di atas, masih sederhana jadi masih dipahami. Kalau ruwet, ahlinya yang berbicara. Tapi terkadang para ahli hukum bisa berbeda ya dalam menafsirkan suatu perkara, Mbak Mia? Kenapa begitu ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berbeda boleh saja dalam menyajikan pendapat hukum, Kak... asalkan jelas pijakan ilmiah dan disertai dengan analisis hukumnya. Yang dilarang itu beropini tanpa dasar.

      Hapus
  2. Belajar ilmu Hukum harus benar-benar mendetail ya mbak. Tidak bisa asal menafsirkan seadanya ya. Aku lihat temanku pas kuliah buku diktatnya tebal tebal rasanya nyerah aku kalau dulu kuliah di fakultas hukum

    BalasHapus
    Balasan
    1. Soalnya kalau ngomong aja gak ada landasan hukumnya jd ngarang deh Mbak, hehe

      Hapus
  3. Wah, ternyata memang hukum juga ada penafsirannya juga ya mba. Bahkan ada jenis-jenisnya. Perlu ilmu tinggi gak ya untuk menafsirkan hukum ini?

    BalasHapus
  4. Baru paham, ternyata macam penafsiran hukum ada banyak yang bisa dipelajari. Emang harus teliti dan detail karena menyangkut masalah hukum. Thank ulasannya mbak.

    BalasHapus
  5. Uni, jujur nanya. Enakan mendalami hukum perdata atau pidana sih? Hehehe. Saya ingat adik saya pilih perdata dulu, waaah itu ribetnya gak karu2an. Ujiannya pun ada yg ngulang tu. Wkwkwk. Penafsiran hukum ini banyak sekaliiiiii. Udah dah nyerah saya gak bakal betah ini kalo dulu kuliah di FH. Hahaha

    BalasHapus
  6. Penafsiran hukum yang berbeda gini kadang kalo dicari celahnya bisa membuat banyak multitafsir sesuai dengan keinginan si pemilik kasus ya kak.

    BalasHapus
  7. Uluh uluh berasa lagi baca draft mata kuliah dari dosen. Abisnya lengkap banget penjelasannya. Makasih mbak sudah diingatkan

    BalasHapus

Pesan dimoderasi, terima kasih telah meninggalkan komentar yang santun. Sebab bisa jadi Anda dinilai dari komentar yang Anda ketikkan.